Kembalikan Aku
Ko Jeena
Udara kian memanas. Terasa pengap, apalagi
di antara kurumunan jutaan orang berbaris; berdesak-desakan. Lengkap sudah,
dengan peluh dan keringat busuk mencemarkan udara yang kuhirup. ‘Entah kenapa
meraka bisa tahan’ pikirku, padahal aku sendiri ingin muntah dibuatnya.
‘Apakah sedang ada konser?’ banyak kecamuk
pertanyaan dalam benak. Kenapa ada jutaan orang berkerumun di sini. Jutaan? Oh mungkin
lebih, untuk memastikannya aku loncat dari balik punggung-punggung kekar
mereka. Tapi sama sekali tak kudapati ruang kosong, semua penuh dengan
manusia.
Sesekali kudorong mereka, namun
seolah mereka tak merasakan apa-apa. Sungguh. Jangankan marah, berkomentar saja
tidak. Hanya aku sedari tadi sibuk mengeluh dengan keadaan yang tak lumrah aku
alami saat ini. Seringai raut wajah mereka hampir sama, wajah ketakutan oleh
apa dan siapa. Aku pun tak tahu. Gemeretak gigi mereka samar terdengar olehku.
“Mas, ramai betul di sini? Ada apa?”
tanyaku pada seorang lelaki buncit di samping.
Beberapa saat kumenanti jawabannya,
namun satu kata saja tak keluar dari mulut yang ditekuk ke bawah itu. Seolah bungkam
oleh ketakutan yang begitu besar. Tapi apa?
“Mas?” sekali lagi aku pastikan, tapi
hasilnya tetap sama. Bungkam!
Karena penasaran aku nekad
mengulurkan tangan tepat di wajahnya. Ku lambai-lambaikan agar dia
memperhatikan kehadiranku. Aku kira dia akan memberi refleks, tapi dugaanku
salah. Dia tetap fokus terhadap apa yang ia pandang kini; di depan. Entah apa,
yang pasti itu sangat membuat dia dan semua orang di sini takut.
Oh, andai saja aku lebih tinggi,
mungkin akan dapat melihat apa yang sebenarnya terjadi di depan sana.
Seketika, terdengar suara menggelegar
dari arah belakang. Seperti guntur yang berdentum di tengah-tengah badai.
“Jalaaan...!!!”
Saat itu pula seluruh orang di sekitarku
berjalan, di selingi bunyi lecutan meledak bak nitrogen disulut dengan api. Kilatan
cahaya sejenak mewarnai angkasa. Aku yang ketakutan sejurus mengikuti
orang-orang itu, berjalan tanpa tahu arah tujuan.
Cetarr!!!
Di angkasa dari arah suara menakutkan
itu berhamburan ratusan tubuh melesat ke depan. Terpelanting!
Cetarr!!! - Lagi-lagi
ratusan tubuh terpental. Suara lecutan itu kini semakin mendekat.
Cetar!!! Cetar!!! Cetar!!!
Semakin membeludak tubuh berterbangan
ke angkasa. Beberapa tubuh menghempas kerumunan lainnya yang masih berjalan
dengan wajah hampa. Mendadak aku begitu cemas tak karuan. Raga ini panik hingga
berlari menghambur ke depan, kiri, dan kanan. Namun karena begitu padatnya
orang-orang berjalan di sekitar membuat langkahku terkadang terhenti, terseok,
dan akhirnya tersungkur. Dalam kekacauan mental dan keadaan saat itu aku seolah
tak ingat lagi. ketika tubuh terinjak atau sesuatu yang silau dan menyakitkan
menghajarku dari belakang.
Cetaaaarrrr!!!!
Seketika pandangan ini buram, gelap,
kemudian menghitam.
...
“Siapa namamu wahai cucu Adam?!!”
Sebuah suara melengking menyadarkan
aku. Perlahan mata ini terbuka dari katupnya. Samar-samar kulihat cahaya yang
begitu terang benderang; silau. Ketika mata telah sempurna melihat, kuamati
sekeliling. Keadaan tak lagi seperti kekacauan tadi. Tak ada lagi kerumunan
orang berdesakan di sampingku.
Tapi, tunggu!
Oh itu mereka. Baru aku sadar saat
kulayangkan pandang ke belakang. Kini mereka berbaris dengan rapi, jutaan orang
di belakangku berjejer-jejer memenuhi seluruh daratan sejauh mata memandang.
“Ini di mana?” tanyaku penuh ragu
pada sosok besar bercahaya di hadapan.
“Siapa namamu wahai cucu Adam?!!”
Kembali dia bertanya dengan suara melengking tanpa menghiraukan pertanyaanku
barusan.
“A ... aku ... Tsabil,” jawabku
dengan gemetar.
“Tsaa ... Biiiiil ...” suara lain
bergemuruh dari angkasa tempat aku berpijak kini.
“Man Rabbuka?!!”
Sontak aku kaget dengan kata-kata
yang keluar dari sosok cahaya besar itu. Aku ingat kata-kata itu pernah
diajarkan padaku. Entah kapan masa itu. Yang aku begitu ingat itu adalah
pertanyaan yang akan diajukan saat seseorang telah mati. Mati?
‘Apakah aku sudah mati?’ kembali aku
mengaduk-aduk ingatan ini. menyusuri lagi jauh ke belakang hingga aku bisa
berada di tempat ini. Dahi ini mengerut, seolah sulit menemukan ujung dari
benang kusut di alam pikiranku.
“Ini adalah Akhirat, Tsabil ...
engkau ada di sini,” suara langit tadi kembali menggemuruh.
Begitu terkesiap aku mendengarnya. Tak
dapat kusangkal jika wajah berekspresi entah apa namanya, dapat dikatakan bingung
dan takut juga.
“Ya Allah ... ternyata aku telah
mati!” teriakku kaget.
Seketika diri ini ingat kembali
terhadap apa-apa saja yang telah terjadi. Sesaat ketika aku mati dan akhirnya
kembali ke alam abadi. Akhirat.
...
Sejujurnya saat itu aku sedang kalut,
syaitan begitu hebat membisikkan kejahatan di dalam hati. Aku malu dengan
kondisi hidupku saat itu. Seakan dunia ini tidak lagi adil bagiku. Begitu banyak
permasalahan yang melanda hidup, hingga aku rasa seekor serangga di pinggir
kali jua tak ingin mengalaminya. Tapi kenapa harus aku?
Begitu ringkihnya hati dan iman saat
itu. Sungguh, aku begitu jauh dari dzat yang telah menciptakan. Aku lupa. Aku khilaf,
mungkin juga durhaka. Melupakan segala nikmat Allah dengan hanya menitik
beratkan pada cobaan-cobaan yang melanda. Hal itu membuat aku makin limbung
dengan kefasikan yang begitu nyata. Keluhan demi keluhan kerap kali tergelontor
dari mulut tak bertulang ini, enggan bersyukur dan pandai mengeluh.
‘Hidup tak adiiil!’ teriakku waktu
itu.
Bayangkan, ayah dan ibuku bercerai. Ayah
yang begitu kubanggakan dulu kini tak layak untuk jadi panutan. Dia menyiksa
ibu hingga berujung kawin lagi. Aku malu pada tetangga, aku malu pada teman
sekolahku, aku malu pada dunia. Ini membuat aku frustasi. Akhirnya aku bunuh
diri. Ya! Bunuh diri!
Kuambil sebilah belati untuk menemani
duniaku saat itu. Dunia dimana semuanya melayang, tak ada yang ganggu! Hanya aku
sendiri. ‘Begitu hebat’ pikirku, padahal hanya beberapa butir saja kuminum. Sebungkus
pil dari kawanku yang entah apa namanya, pil itu membuat aku tenang. Begitu tenangnya
hingga tak terasa lagi saat aku memotong nadi di lenganku. Tak terasa. Damai ...
damai ... begitu damai.
Itu awal kukira, namun aku keliru. Kini
bagaimana lagi aku mempertanggung jawabkannya. Saat raga tak lagi nyata. Saat dunia
fana telah lama sirna.
...
“Man Rabbuka?!!!” Pertanyaannya kini
semakin meninggi. Lengan kanannya menggenggam Cemeti dengan cahaya
berkilat-kilat.
Aku tak tahu harus jawab apa. Dulu aku
memang diajarkan, namun sedikitpun tak pernah aku dengarkan. Kini penyesalan
hanya serupa bayangan di belakang.
“Ya Allah! Kembalikan aku ke
kehidupan dulu lagi, aku berjanji akan memperbaiki segalanya,” pintaku dengan
tangis membuncah basahi pipi.
...
Cetaaaarrrrr!!!
Tubuh ini luluh berhamburan.
Jambi, 29/08-14
agen365 menyediakan game : sbobet, ibcbet, casino, togel dll
ayo segera bergabung bersama kami di agen365*com
pin bbm :2B389877
Bosan tidak tahu mau mengerjakan apa pada saat santai, ayo segera uji keberuntungan kalian
hanya di D*EW*A*P*K / pin bb D87604A1
dengan hanya minimal deposit 10.000 kalian bisa memenangkan uang jutaan rupiah
dapatkan juga bonus rollingan 0.3% dan refferal 10% :)
ingin mendapatkan uang banyak dengan cara cepat ayo segera bergabung dengan kami di f4n5p0k3r
Promo Fans**poker saat ini :
- Bonus Freechips 5.000 - 10.000 setiap hari (1 hari dibagikan 1 kali) hanya dengan minimal deposit 50.000 dan minimal deposit 100.000 ke atas
- Bonus Cashback 0.5% dibagikan Setiap Senin
- Bonus Referal 20% Seumur Hidup dibagikan Setiap Kamis
Ayo di tunggu apa lagi Segera bergabung ya, di tunggu lo ^.^
AYO Bergabung Bersama AJOQQ | Menawarkan Berbagai Jenis Permainan Menarik.
1 ID untuk 8 Permainan Poker, Domino, Capsa Susun, BandarQ, AduQ, Bandar Poker, Sakong, Bandar66 ( NEW GAME!! )
Dapatkan Berbagai Bonus Menarik..!!
- Bonus Cashback 0.3%. Dibagikan Setiap hari SENIN
- Bonus referral 20% SELAMANYA
- Minimal Deposit dan Withdraw hanya 15 rb Proses Aman & cepat
- 100% murni Player vs Player ( NO ROBOT )
Pin BB: 58cd292c
website : www.ajoqq.org