Menata Hati

Tidak ada manuasia yang tak pernah salah. Sudah fitrah manusia menjadi makhluk yang penuh dosa. Tak lantas kita berputus asa terhadap pengampunan Allah. Karena Allah maha pengampun atas segala dosa yang telah kita perbuat. La Tahzan!


 Ko Jeena
Sahabat, ini hanya sebuah coretan ringan yang coba kurangkai dari apa yang terlihat dan apa yang kurasa serta kutemui hari ini. Bukanlah sebuah kisah panjang tentang hidup, melainkan hanya secuil hikmah yang yang kudapat dari guru terbaikku yang selalu mengajarkan tentang hitam dan putih serta manis asamnya sebuah hidup. Guru itu adalah kehidupan disekitarku sendiri.

Kita Dan Tanggung Jawab





Ko Jeena
Sejenak berfikir, begitu enaknya hidup seperti seekor burung. Dia dapat terbang bebas kemanapun yang ia suka, tanpa harus terbelenggu oleh aturan sebagai rambu-rambu. Meskipun burung senantiasa terbang menyibak angkasa melintasi batas antar negara, ia tidak harus mengurus paspor agar tidak bermasalah dengan petugas imigrasi. Ia tidak harus mematuhi rambu-rambu lalu lintas yang ada. Tidak perlu takut ditilang karena nerobos lampu merah. Tidak juga memikirkan kenaikan harga sembako akibat BBM melonjak, apalagi kelangkaan elpiji kini yang seakan membunuh secara perlahan.





Ko Jeena
"Mana yang lebih pintar anak-anak, antara manusia dan kerbau?" tanya seorang guru sekolah dasar kepada siswa-siswinya yang baru duduk di kelas satu.

Belajar Dari Monyet



Ko Jeena 
Ada sebuah cerita singkat mengenai monyet dan perilakunya ketika ia terjebak di atas pohon kelapa dan diantara hempasan angin tornado yang sangat kencang memusarinya.
Sang monyet sangat ketakutan hingga ia mencengkram dengan kuat dan lebih kuat lagi pada pohon kelapa tersebut. Ia lakukan dengan seluruh tenaganya untuk bertahan hidup dan agar tidak terlempar oleh angin tornado tersebut.

 (Tulisan lama, 01 Januari 2014, saya Repost kambali)


Ko Jeena
Beberapa jam yang lalu, saat malam masih berselimut kelam, saat bintang-bintang mencandai bulan. Masih terngiang jelas di benak akan hyporia gemerlapnya malam. Mengikuti hitungan mundur penyelenggara segera ditembakkan kembang api ke langit. Menutupi mega-mega malam dengan warna-warni bak pelangi. Indah memang, membentuk panorama sempurna dalam kilatan jutaan warna menutupi hitamnya langit kala itu. Bias cahayanya menerpa di segenap penjuru bumi kota ini.

Cemburu Positif





Ko Jeena
Sejujurnya aku cemburu. Entah bagaimana awalnya merasakan hal itu. Mungkin kini, atau telah lama terpatri tanpa disadari. Setahun yang lalu, atau bahkan sewindu yang lalu. Tidak dapat di hitung dengan algoritma karena telah buram dalam ingatanku. Terlalu lama, jika di bandingkan ketika mula hatiku telah mambatu. Sampai enggan untuk sekedar memikirkan kecemburuan yang semu. Biarkan sajalah, pikirku kala itu. Lambat laun akan terlarut pula pada remah-remah waktu dan duniaku kala itu. Serta berharap insomnia sekalian, biar lupa semuanya.
Ko Jeena
Memaknai emansipasi sendiri bukanlah suatu hal yang sangat mudah, seperti ketika kita membalikkan telapak tangan. Banyak yang harus dipertimbangkan. Seperti halnya saat kita menilai sesuatu dari sudut pandang masing-masing, maka akan timbul keragaman defenisi yang tergambarkan dalam bentuk pola pikir berupa dogma yang tercetus di dalamnya.