Allah telah menjadikan Umat Islam sebagai umat terbaik yang dihadirkan atas seluruh manusia. Dengan Agama ini, Allah perintahkan umat islam menjadi khalifah di muka bumi. Sebagai pelopor kebaikan, mencegah kemungkaran, dan pemimpin yang mengayomi secara adil dengan hukum Allah. Keadaan tersebut telah menempatkan umat Islam tampil pada barisan terdepan dalam percaturan bangsa-bangsa di dunia.
Bila kemudian kenyataan yang terjadi sekarang umat Islam menjadi umat yang terbelakang, tak bernyali, hal itu tidak terlalu sulit untuk mendeteksi penyebabnya. Faktanya adalah bahwa kebanyakan umat Islam kini telah kehilangan jati dirinya (kepribadiannya) sebagai seorang muslim --umat terbaik yang dijanjikan oleh Allah.
Hilangnya kepribadian itu erat sekali hubungannya dengan kaburnya pemahaman umat akan aqidah Islam dan syariatnya yang agung. Melihat kenyataan tersebut, menjadi kewajiban atas setiap muslim mengembangkan jati diri keislaman dalam dirinya, sebagai langkah awal mengaplikasikan Islam dalam realitas kehidupan. 
Jalan menuju ke arah sana membutuhkan keyakinan, kepercayaan diri, kesungguhan berusaha (berdakwah), kesabaran serta pengorbanan. Untuk itu perlu ditanamkan pemahaman yang benar dan lurus tentang Islam dengan segala dimensinya, mencakup kepribadian yang harus dimiliki dan dikembangkan oleh setiap individu kaum muslimin.
Hasan Al Banna merumuskan 10 karakteristik muslim yang dibentuk didalam madrasah tarbawi. Karakteristik ini seharusnya yang menjadi ciri khas dalam diri seseorang yang mengaku sebagai muslim, yang dapat menjadi furqon (pembeda) yang merupakan sifat-sifat khususnya (muwashofat).

Salimul Aqidah - Good Faith - Akidah yang Bersih
- Tidak berhubungan dengan jin
- Tidak meminta tolong kepada orang yang berlindung kepada jin
- Tidak meramal nasib dengan melihat telapak tangan
- Tidak menghadiri majelis dukun dan peramal
- Tidak meminta berkah dengan mengusap-usap kuburan
- Tidak meminta tolong kepada orang yang telah dikubur (mati)
- Tidak bersumpah dengan selain Allah Subhanallahu wata’ala
- Tidak tasya'um (merasa sial karena melihat atau mendengar sesuatu)
- Mengikhlaskan amal untuk Allah Subhanallahu wa ta’ala
- Mengimani rukun iman
- Beriman kepada nikmat dan siksa kubur
- Mensyukuri nikmat Allah swt saat mendapatkan nikmat
- Menjadikan syetan sebagai musuh
- Tidak mengikuti langkah-langkah syetan
- Menerima dan tunduk secara penuh kepada Allah Subhanallahu wa ta’ala

Shahihul Ibadah - Right Devotion - Ibadah yang benar
- Ihsan dalam Thaharah
- Ihsan dalam shalat
- Membayar zakat
- Berpuasa fardhu
- Niat melaksanakan haji
- Komitmen dengan adab tilawah
- Menjauhi dosa besar
- Memenuhi nadzar
- Menyebar luaskan salam
- Menahan anggota tubuh dari segala yang haram
- Bersemangat untuk shalat berjamaah
- Bersemangat untuk berjamaah di masjid
- Menjaga Qiyamul-Lail
- Berpuasa sunnah
- Khusyu dalam membaca Alquran
- Berusaha dalam menghafal Al-Quran
- Komitmen dengan wirid tilawah harian
- Berdoa pada waktu-waktu utama
- Menutup hari-harinya dengan bertaubat dan beristighfar
- Berniat pada setiap melakukan perbuatan
- Merutinkan dzikir pagi hari
- Merutinkan dzikir sore hari
- Dzikir kepada Allah swt dalam setiap keadaan
- Beriktikaf pada bulan Ramadhan, jika mungkin
- Senantiasa menjaga kondisi Thaharah, jika mungkin

Matinul Khuluq - Strong Caharacter - Akhlak yang kokoh
- Tidak takabbur
- Tidak Imma'ah (asal ikut, tidak punya prinsip) (Harus memiliki hujjah yang kuat)
- Tidak Berdebat
- Tidak dusta
- Tidak mencaci maki
- Tidak mengadu domba
- Tidak Ghibah
- Tidak menjadikan orang buruk sebagai teman / sahabat
- Memenuhi janji
- Birrul Walidain
- Memiliki ghirah (rasa cemburu) pada keluarganya
- Memiliki ghirah (rasa cemburu) pada agamanya
- Tidak memotong pembicaraan orang lain
- Tidak mencibir dengan isyarat apapun
- Tidak menghina dan meremehkan orang lain
- Menyayangi yang kecil
- Menghormati yang besar
- Menundukkan pandangan
- Menyimpan rahasia
- Menutupi dosa orang lain

Qawiyul Jismi - Physical Power - Fisik yang kuat
- Bersih badan
- Bersih pakaian
- Bersih tempat tinggal
- Komitmen dengan olah raga 2 jam setiap pekan
- Bangun sebelum fajar
- Memperhatikan tata cara baca yang sehat
- Mencabut diri dari merokok
- Komitmen dengan adab makan dan minum sesuai dengan sunnah
- Tidak berlebihan dalam begadang
- Menghindari tempat-tempat kotor dan polusi
- Menghindari tempat-tempat bencana (bila masih di luar area)

Mutsaqaful Fikri - Thingking Briliantly - Intelek dalam berpikir
- Baik dalam membaca dan menulis
- Memperhatikan hukum-hukum tilawah
- Mengkaji marhalah Makkiyah dan menguasai karakteristinya
- Mengenal 10 sahabat yang dijamin masuk surga
- Mengetahui hukum Thaharah
- Mengetahui hukum Shalat
- Mengetahui hukum Puasa
- Menyadari adanya peperangan zionisme terhadap Islam
- Mengetahui ghazwul fikri
- Mengetahui organisasi-organisasi terselubung
- Mengetahui bahaya pembatasan kelahiran
- Berpartisipasi dalam kerja-kerja jama'i
- Tidak menerima suara-suara miring tentang kita
- Membaca satu juz tafsir Alquran (juz 30)
- Menghafalkan separuh Arba'in (1-20)
- Menghafalkan 20 hadits pilihan dari Riyadhush-Shalihin
- Membaca sesuatu yang di luar spesialisasinya 4 jam setiap pekan
- Memperluasa wawasan diri dengan sarana-sarana baru
- Menjadi pendengar yang baik
- Mengemukakan pendapatnya

Mujahidun Linafsihi - Continence - Berjuang melawan hawa nafsu
- Menjauhi segala yang haram
- Menjauhi tempat-tempat maksiat
- Menjauhi tempat-tempat bermain yang haram

Haritsun 'Ala Waqtihi - Good Time Managemenet - Pandai Menjaga Waktu
- Bangun pagi
- Menghabiskan waktu untuk belajar

Munazham fi Syu'unihi - Well Organized - Teratur dalam segala urusan
- Tidak menjalin hubungan dengan lembaga-lembaga yang menentang Islam
- Memperbaiki penampilannya

Qadirun Alal Kasbi - Independent - Mandiri dari segi ekonomi
- Menjauhi sumber penghasilan haram
- Menjauhi riba
- Menjauhi judi dengan segala macamnya
- Menjauhi tindak penipuan
- Membayar zakat
- Tidak menunda dalam melaksanakan hak orang lain
- Menabung, meskipun sedikit
- Menjaga fasilitas umum
- Menjaga fasilitas khusus

NAfi'un Lighairihi - Giving Contribution - Bermanfaat untuk orang lain
- Melaksanakan hak kedua orang tua
- Membantu yang membutuhkan
- Memberi petunjuk orang tersesat
- Ikut berpartisipasi dalam kegembiraan
- Menikah dengan pasangan yang sesuai

Membentuk kepribadian seorang muslim yang tangguh adalah dengan membangun pemikiran secara terpadu dalam diri seseorang di atas dasar aqidah Islam. Maka sudah menjadi kewajiban setiap muslim agar senantiasa waspada dalam menjaga atau memelihara bangunan pemikiran dan kecenderungannya agar tetap terikat kuat dengan aqidah Islam disetiap langkah dalam hidup ini.

Wallahu a’lam bishowab.
Kisah Mengharukan Uwais Al-Qorni Sang Penghuni Langit
Repost : Sirah Nabawi Dan Sahabat Rasul
Pada zaman Nabi Muhammad SAW, ada seorang pemuda bermata biru, rambutnya merah, pundaknya lapang panjang, berpenampilan cukup tampan, kulitnya kemerah-merahan, dagunya menempel di dada selalu melihat pada tempat sujudnya, tangan kanannya menumpang pada tangan kirinya, ahli membaca Al Qur'an dan menangis, pakaiannya hanya dua helai sudah kusut yang satu untuk penutup badan dan yang satunya untuk selendangan, tiada orang yang menghiraukan, tak dikenal oleh penduduk bumi akan tetapi sangat terkenal di langit.
Dia, jika bersumpah demi Allah pasti terkabul. Pada hari kiamat nanti ketika semua ahli ibadah dipanggil disuruh masuk surga, dia justru dipanggil agar berhenti dahulu dan disuruh memberi syafa'at, ternyata Allah memberi izin dia untuk memberi syafa'at sejumlah qobilah Robi'ah dan qobilah Mudhor, semua dimasukkan surga tak ada yang ketinggalan karenanya. Dia adalah "Uwais al-Qarni". Ia tak dikenal banyak orang dan juga miskin, banyak orang suka menertawakan, mengolok-olok, dan menuduhnya sebagai tukang membujuk, tukang mencuri serta berbagai macam umpatan dan penghinaan lainnya.
Seorang fuqoha' negeri Kuffah, karena ingin duduk dengannya, memberinya hadiah dua helai pakaian, tapi tak berhasil dengan baik, karena hadiah pakaian tadi diterima lalu dikembalikan lagi olehnya seraya berkata : "Aku khawatir, nanti sebagian orang menuduh aku, dari mana kamu dapatkan pakaian itu, kalau tidak dari membujuk pasti dari mencuri".
Pemuda dari Yaman ini telah lama menjadi yatim, tak punya sanak famili kecuali hanya ibunya yang telah tua renta dan lumpuh. Hanya penglihatan kabur yang masih tersisa. Untuk mencukupi kehidupannya sehari-hari, Uwais bekerja sebagai penggembala kambing. Upah yang diterimanya hanya cukup untuk sekedar menopang kesehariannya bersama Sang ibu, bila ada kelebihan, ia pergunakan untuk membantu tetangganya yang hidup miskin dan serba kekurangan seperti keadaannya. Kesibukannya sebagai penggembala domba dan merawat ibunya yang lumpuh dan buta, tidak mempengaruhi kegigihan ibadahnya, ia tetap melakukan puasa di siang hari dan bermunajat di malam harinya.
Uwais al-Qarni telah memeluk Islam pada masa negeri Yaman mendengar seruan Nabi Muhammad SAW. yang telah mengetuk pintu hati mereka untuk menyembah Allah, Tuhan Yang Maha Esa, yang tak ada sekutu bagi-Nya. Islam mendidik setiap pemeluknya agar berakhlak luhur. Peraturan-peraturan yang terdapat di dalamnya sangat menarik hati Uwais, sehingga setelah seruan Islam datang di negeri Yaman, ia segera memeluknya, karena selama ini hati Uwais selalu merindukan datangnya kebenaran. Banyak tetangganya yang telah memeluk Islam, pergi ke Madinah untuk mendengarkan ajaran Nabi Muhammad SAW secara langsung. Sekembalinya di Yaman, mereka memperbarui rumah tangga mereka dengan cara kehidupan Islam.
Alangkah sedihnya hati Uwais setiap melihat tetangganya yang baru datang dari Madinah. Mereka itu telah "bertamu dan bertemu" dengan kekasih Allah penghulu para Nabi, sedang ia sendiri belum. Kecintaannya kepada Rasulullah menumbuhkan kerinduan yang kuat untuk bertemu dengan sang kekasih, tapi apalah daya ia tak punya bekal yang cukup untuk ke Madinah, dan yang lebih ia beratkan adalah sang ibu yang jika ia pergi, tak ada yang merawatnya.
Di ceritakan ketika terjadi perang Uhud Rasulullah SAW mendapat cedera dan giginya patah karena dilempari batu oleh musuh-musuhnya. Kabar ini akhirnya terdengar oleh Uwais. Ia segera memukul giginya dengan batu hingga patah. Hal tersebut dilakukan sebagai bukti kecintaannya kepada beliau SAW, sekalipun ia belum pernah melihatnya. Hari berganti dan musim berlalu, dan kerinduan yang tak terbendung membuat hasrat untuk bertemu tak dapat dipendam lagi. Uwais merenungkan diri dan bertanya dalam hati, kapankah ia dapat menziarahi Nabinya dan memandang wajah beliau dari dekat ? Tapi, bukankah ia mempunyai ibu yang sangat membutuhkan perawatannya dan tak tega ditingalkan sendiri, hatinya selalu gelisah siang dan malam menahan kerinduan untuk berjumpa. Akhirnya, pada suatu hari Uwais mendekati ibunya, mengeluarkan isi hatinya dan memohon izin kepada ibunya agar diperkenankan pergi menziarahi Nabi SAW di Madinah. Sang ibu, walaupun telah uzur, merasa terharu ketika mendengar permohonan anaknya. Beliau memaklumi perasaan Uwais, dan berkata : "Pergilah wahai anakku ! temuilah Nabi di rumahnya. Dan bila telah berjumpa, segeralah engkau kembali pulang". Dengan rasa gembira ia berkemas untuk berangkat dan tak lupa menyiapkan keperluan ibunya yang akan ditinggalkan serta berpesan kepada tetangganya agar dapat menemani ibunya selama ia pergi.
Sesudah berpamitan sambil menciumi sang ibu, berangkatlah Uwais menuju Madinah yang berjarak kurang lebih empat ratus kilometer dari Yaman. Medan yang begitu ganas dilaluinya, tak peduli penyamun gurun pasir, bukit yang curam, gurun pasir yang luas yang dapat menyesatkan dan begitu panas di siang hari, serta begitu dingin di malam hari, semuanya dilalui demi bertemu dan dapat memandang sepuas-puasnya paras baginda Nabi SAW yang selama ini dirindukannya. Tibalah Uwais al-Qarni di kota Madinah. Segera ia menuju ke rumah Nabi SAW, diketuknya pintu rumah itu sambil mengucapkan salam. Keluarlah sayyidatina 'Aisyah r.a., sambil menjawab salam Uwais. Segera saja Uwais menanyakan Nabi yang ingin dijumpainya. Namun ternyata beliau SAW tidak berada di rumah melainkan berada di medan perang. Betapa kecewa hati sang perindu, dari jauh ingin berjumpa tetapi yang dirindukannya tak berada di rumah. Dalam hatinya bergolak perasaan ingin menunggu kedatangan Nabi SAW dari medan perang. Tapi, kapankah beliau pulang ? Sedangkan masih terngiang di telinga pesan ibunya yang sudah tua dan sakit-sakitan itu, agar ia cepat pulang ke Yaman," Engkau harus lekas pulang". Karena ketaatan kepada ibunya, pesan ibunya tersebut telah mengalahkan suara hati dan kemauannya untuk menunggu dan berjumpa dengan Nabi SAW. Ia akhirnya dengan terpaksa mohon pamit kepada sayyidatina 'Aisyah r.a. untuk segera pulang ke negerinya. Dia hanya menitipkan salamnya untuk Nabi SAW dan melangkah pulang dengan perasaan haru.
Sepulangnya dari perang, Nabi SAW langsung menanyakan tentang kedatangan orang yang mencarinya. Nabi Muhammad SAW menjelaskan bahwa Uwais al-Qarni adalah anak yang taat kepada ibunya. Ia adalah penghuni langit (sangat terkenal di langit). Mendengar perkataan baginda Rosulullah SAW, sayyidatina 'Aisyah r.a. dan para sahabatnya tertegun. Menurut informasi sayyidatina 'Aisyah r.a., memang benar ada yang mencari Nabi SAW dan segera pulang kembali ke Yaman, karena ibunya sudah tua dan sakit-sakitan sehingga ia tidak dapat meninggalkan ibunya terlalu lama. Rosulullah SAW bersabda : "Kalau kalian ingin berjumpa dengan dia (Uwais al-Qarni), perhatikanlah, ia mempunyai tanda putih di tengah-tengah telapak tangannya." Sesudah itu beliau SAW, memandang kepada sayyidina Ali k.w. dan sayyidina Umar r.a. dan bersabda : "Suatu ketika, apabila kalian bertemu dengan dia, mintalah do'a dan istighfarnya, dia adalah penghuni langit dan bukan penghuni bumi".
Tahun terus berjalan, dan tak lama kemudian Nabi SAW wafat, hingga kekhalifahan sayyidina Abu Bakar ash-Shiddiq r.a. telah di estafetkan Khalifah Umar r.a. Suatu ketika, khalifah Umar teringat akan sabda Nabi SAW. tentang Uwais al-Qarni, sang penghuni langit. Beliau segera mengingatkan kepada sayyidina Ali k.w. untuk mencarinya bersama. Sejak itu, setiap ada kafilah yang datang dari Yaman, beliau berdua selalu menanyakan tentang Uwais al-Qorni, apakah ia turut bersama mereka. Diantara kafilah-kafilah itu ada yang merasa heran, apakah sebenarnya yang terjadi sampai-sampai ia dicari oleh beliau berdua. Rombongan kafilah dari Yaman menuju Syam silih berganti, membawa barang dagangan mereka.
Suatu ketika, Uwais al-Qorni turut bersama rombongan kafilah menuju kota Madinah. Melihat ada rombongan kafilah yang datang dari Yaman, segera khalifah Umar r.a. dan sayyidina Ali k.w. mendatangi mereka dan menanyakan apakah Uwais turut bersama mereka. Rombongan itu mengatakan bahwa ia ada bersama mereka dan sedang menjaga unta-unta mereka di perbatasan kota. Mendengar jawaban itu, beliau berdua bergegas pergi menemui Uwais al-Qorni. Sesampainya di kemah tempat Uwais berada, Khalifah Umar r.a. dan sayyidina Ali k.w. memberi salam. Namun rupanya Uwais sedang melaksanakan sholat. Setelah mengakhiri shalatnya, Uwais menjawab salam kedua tamu agung tersebut sambil bersalaman. Sewaktu berjabatan, Khalifah Umar segera membalikkan tangan Uwais, untuk membuktikan kebenaran tanda putih yang berada ditelapak tangan Uwais, sebagaimana pernah disabdakan oleh baginda Nabi SAW. Memang benar ! Dia penghuni langit. Dan ditanya Uwais oleh kedua tamu tersebut, siapakah nama saudara ? "Abdullah", jawab Uwais. Mendengar jawaban itu, kedua sahabatpun tertawa dan mengatakan : "Kami juga Abdullah, yakni hamba Allah. Tapi siapakah namamu yang sebenarnya ?" Uwais kemudian berkata: "Nama saya Uwais al-Qorni". Dalam pembicaraan mereka, diketahuilah bahwa ibu Uwais telah meninggal dunia. Itulah sebabnya, ia baru dapat turut bersama rombongan kafilah dagang saat itu. Akhirnya, Khalifah Umar dan Ali k.w. memohon agar Uwais berkenan mendo'akan untuk mereka. Uwais enggan dan dia berkata kepada khalifah: "Sayalah yang harus meminta do'a kepada kalian". Mendengar perkataan Uwais, Khalifah berkata: "Kami datang ke sini untuk mohon do'a dan istighfar dari anda". Karena desakan kedua sahabat ini, Uwais al-Qorni akhirnya mengangkat kedua tangannya, berdo'a dan membacakan istighfar. Setelah itu Khalifah Umar r.a. berjanji untuk menyumbangkan uang negara dari Baitul Mal kepada Uwais, untuk jaminan hidupnya. Segera saja Uwais menolak dengan halus dengan berkata : "Hamba mohon supaya hari ini saja hamba diketahui orang. Untuk hari-hari selanjutnya, biarlah hamba yang fakir ini tidak diketahui orang lagi".
Setelah kejadian itu, nama Uwais kembali tenggelam tak terdengar beritanya. Tapi ada seorang lelaki pernah bertemu dan di tolong oleh Uwais , waktu itu kami sedang berada di atas kapal menuju tanah Arab bersama para pedagang, tanpa disangka-sangka angin topan berhembus dengan kencang. Akibatnya hempasan ombak menghantam kapal kami sehingga air laut masuk ke dalam kapal dan menyebabkan kapal semakin berat. Pada saat itu, kami melihat seorang laki-laki yang mengenakan selimut berbulu di pojok kapal yang kami tumpangi, lalu kami memanggilnya. Lelaki itu keluar dari kapal dan melakukan sholat di atas air. Betapa terkejutnya kami melihat kejadian itu. "Wahai waliyullah," Tolonglah kami !" tetapi lelaki itu tidak menoleh. Lalu kami berseru lagi," Demi Zat yang telah memberimu kekuatan beribadah, tolonglah kami!"Lelaki itu menoleh kepada kami dan berkata: "Apa yang terjadi ?" "Tidakkah engkau melihat bahwa kapal dihembus angin dan dihantam ombak ?"tanya kami. "Dekatkanlah diri kalian pada Allah ! "katanya. "Kami telah melakukannya." "Keluarlah kalian dari kapal dengan membaca bismillahirrohmaanirrohiim!" Kami pun keluar dari kapal satu persatu dan berkumpul di dekat itu. Pada saat itu jumlah kami lima ratus jiwa lebih. Sungguh ajaib, kami semua tidak tenggelam, sedangkan perahu kami berikut isinya tenggelam ke dasar laut. Lalu orang itu berkata pada kami ,"Tak apalah harta kalian menjadi korban asalkan kalian semua selamat". "Demi Allah, kami ingin tahu, siapakah nama Tuan ? "Tanya kami. "Uwais al-Qorni". Jawabnya dengan singkat. Kemudian kami berkata lagi kepadanya, "Sesungguhnya harta yang ada di kapal tersebut adalah milik orang-orang fakir di Madinah yang dikirim oleh orang Mesir." "Jika Allah mengembalikan harta kalian. Apakah kalian akan membagi-bagikannya kepada orang-orang fakir di Madinah?" tanyanya."Ya,"jawab kami. Orang itu pun melaksanakan sholat dua rakaat di atas air, lalu berdo'a. Setelah Uwais al-Qorni mengucap salam, tiba-tiba kapal itu muncul ke permukaan air, lalu kami menumpanginya dan meneruskan perjalanan. Setibanya di Madinah, kami membagi-bagikan seluruh harta kepada orang-orang fakir di Madinah, tidak satupun yang tertinggal.
Beberapa waktu kemudian, tersiar kabar kalau Uwais al-Qorni telah pulang ke rahmatullah. Anehnya, pada saat dia akan dimandikan tiba-tiba sudah banyak orang yang berebutan untuk memandikannya. Dan ketika dibawa ke tempat pembaringan untuk dikafani, di sana sudah ada orang-orang yang menunggu untuk mengkafaninya. Demikian pula ketika orang pergi hendak menggali kuburnya. Di sana ternyata sudah ada orang-orang yang menggali kuburnya hingga selesai. Ketika usungan dibawa menuju ke pekuburan, luar biasa banyaknya orang yang berebutan untuk mengusungnya. Dan Syeikh Abdullah bin Salamah menjelaskan, "ketika aku ikut mengurusi jenazahnya hingga aku pulang dari mengantarkan jenazahnya, lalu aku bermaksud untuk kembali ke tempat penguburannya guna memberi tanda pada kuburannya, akan tetapi sudah tak terlihat ada bekas kuburannya. (Syeikh Abdullah bin Salamah adalah orang yang pernah ikut berperang bersama Uwais al-Qorni pada masa pemerintahan sayyidina Umar r.a.)
Meninggalnya Uwais al-Qorni telah menggemparkan masyarakat kota Yaman. Banyak terjadi hal-hal yang amat mengherankan. Sedemikian banyaknya orang yang tak dikenal berdatangan untuk mengurus jenazah dan pemakamannya, padahal Uwais adalah seorang fakir yang tak dihiraukan orang. Sejak ia dimandikan sampai ketika jenazahnya hendak diturunkan ke dalam kubur, di situ selalu ada orang-orang yang telah siap melaksanakannya terlebih dahulu. Penduduk kota Yaman tercengang. Mereka saling bertanya-tanya : "Siapakah sebenarnya engkau wahai Uwais al-Qorni ? Bukankah Uwais yang kita kenal, hanyalah seorang fakir yang tak memiliki apa-apa, yang kerjanya hanyalah sebagai penggembala domba dan unta ? Tapi, ketika hari wafatmu, engkau telah menggemparkan penduduk Yaman dengan hadirnya manusia-manusia asing yang tidak pernah kami kenal. Mereka datang dalam jumlah sedemikian banyaknya. Agaknya mereka adalah para malaikat yang di turunkan ke bumi, hanya untuk mengurus jenazah dan pemakamannya. Baru saat itulah penduduk Yaman mengetahuinya siapa "Uwais al-Qorni" ternyata ia tak terkenal di bumi tapi terkenal di langit.

Sumber : Akun Fanspage Sirah Nabawi dan Sahabat Rasul

Buku Karya Ko Jeena

Bissmillahirohmanirrohim. Segala puji bagi Allah yang telah menunjukan hidayah kepada saya akan Islam. Sebuah Dien yang hanif. Maha besar Allah yang masih memberikan kesempatan kepada saya untuk terus belajar dan kembali mengasah otak yang telah lama berselimut debu.

Nasihat Untuk Jomblo


Assallamualaikum.

Maha besar Alloh dengan segala keagungaNya. Alhamdulillah dengan seizin Alloh telah terbit sebuah Buku seri Motivasi dengan judul ‘NASIHAT UNTUK JOMBLO’ pada tgl 10/06/2015

Ukuran buku 14x19, Soft Cover, HVS, 195 Hal. 100% hasil penjualan akan didonasikan untuk saudara kita ‘Rohingya’ di Aceh. Biaya Donasi 50.000 (diluar ongkir). Mari kita raup pahala di awal bulan penuh berkah ini.

:: Tentang ‘NASIHAT UNTUK JOMBLO’ ::

NASIHAT UNTUK JOMBLO adalah buku seri motivasi yang In syaa Alloh berbeda. Mungkin di luar sana telah banyak beredar buku seri motivasi serupa. Dari berbagai macam judul dan pengarang berbeda. Isinya sudah pasti baik karena semua bercerita tentang kiat bagaimana para Jomlo dalam menjalani masa penantian agar senantiasa istiqomah terhadap Alloh. Bukan menjadi Jomlo sebaliknya. Menghabiskan waktu dengan menggadaikannya dalam perbuatan maksiat.

Lalu apa yang menjadikan buku ‘NASIHAT UNTUK JOMBLO’ ini berbeda(?)

Setiap orang memiliki kemampuan berbeda dalam menyerap informasi dalam sebuah buku. Jujur, saya pribadi ketika membaca sebuah buku akan merasa sedikit kesulitan dalam menyerap intisari tulisan itu ketika penyajiannya dengan menggunakan bahasa begitu formal. Dengan istilah-istilah yang terkadang ‘ngejelimet.’ Tak jarang saya membuka KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) Offline agar dapat memahami beberapa suku kata.

Bagi saya tujuan menulis agar pembaca memahami terhadap apa yang saya tulis. Bukan menginginkan diri ini dianggap pandai dengan membubuhkan istilah-istilah ilmiah yang membuat dahi berkerut. Sejatinya kita sama-sama belajar. Diri ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu buku NASIHAT UNTUK JOMBLO saya suguhkan dengan bahasa renyah dan ringan. Khas banget sama warung emperan. Berupa dialog-dialog keseharian.

Daftar Isi buku :
- Alasan Para Jomblo
-Jomblo Itu Berbahaya
-Kenapa Mesti Pacaran
-Janji Suci Para Jomblo
-Sudah Wajibkah Saya Menikah
-Apa Tujuanmu Menikah
-Kriteria Memilih Pasangan
-Taaruf Bukan Pacaran
-Jika Bukan Jodoh
-Bolehkan Saya Menunggunya

Buku NASIHAT UNTUK JOMBLO juga membahas fakta unik tentang Jomblo dan Nikmatnya ketika kita mengambil keputusan untuk ‘Menikah.’ Di bagian akhir disertakan beberapa kisah Inspiratif tentang ‘Cinta Karena Allah’ yang tentunya sangat mengispirasi nantinya.

:: Cara pemesanan ::

Untuk sahabat di luar kota pembayaran dapat melalui
NOREK : BNI 038-371-1359 A/N MUHAMAD RIDHO

Konfirmasi pembayaran Dapat berupa SMS ke nomor 0852-6984-4846 (Ko Jeena) Sertakan alamat lengkap untuk Pengiriman buku.

Untuk sahabat yang berdomisili di Kota Jambi sendiri dapat mengirimkan SMS langsung ke Nomor 0852-6984-4846 (Ko Jeena) atau 0896-2435-5312 (Ridho) pengiriman gratis. Akan kami antar sampai alamat tujuan. No Tips, Heheh.

Semoga buku ini nantinya akan memberikan manfaat yang tak terkira untuk kita semua. Mari kita berlomba-lomba dalam kebaikan. Fastabiqul Khoirot!

Nikmatnya Menikah


Ko Jeena
Maha besar Allah yang telah menciptakan makhluknya berpasang-pasangan. Ada lelaki dan wanita, bumi dan langit, siang dan malam, bahkan surga dan neraka. Tidak ada satu makhluk pun yang dapat berdiri sendiri, sebab itulah kodrat sebagai ciptaanNya.

Ko Jeena
Batasan adab dalam bergaul itu sudah diatur dalam Al-Quran. Seperti yang ditegaskan dalam surah Al-Israa ayat 32 ‘Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.’
Seperti apa mendekati zina yang dimaksud(?) berkhalwat. Ketika seorang lelaki dan wanita yang bukan mahramnya berada dalam suatu tempat berduaan maka hal itu dapat mengundang pihak ketiga; syaitan. Sesungguhnya tipu daya syaitan itu begitu dahsyat. Jikapun keimanan kedua insan itu katakanlah baik, tapi apakah mereka mampu menahan dari segala fitnah yang akan terlontar nantinya. Begitu banyak resiko dari berkhalwat tentunya itu memaksa kita agar lebih waspada dalam bergaul. Islam memberikan batasan antara lelaki dan wanita dalam bergaul.
Batasan-batasan itulah yang seharusnya kita terapkan dalam proses pergaulan sehari-hari. Dimana ada hijjab yang senantiasa memberikan jarak antara lelaki dan wanita dalam berinteraksi.
Namun inilah hebatnya muda-mudi zaman sekarang. Dengan dalih mempererat hubungan (hubungan macam apa yang dimaksud) mereka bergaul dengan cara menabrak rambu-rambu syariat yang telah ditentukan. Seolah-olah tidak ada lagi beda antara wanita dan lelaki. Apakah ini yang dikatakan sebagai kebebasan hasil dari liberalisasi? Wahai saudara-saudariku. Islam telah memberikan peringatan keras kepada kalian semata-mata untuk memuliakan kalian.
Apakah kemuliaan itu mampu kalian gadaikan dengan berkhalwat dan pacaran. Apakah dampak baik dari berduaan(?) sama sekali tidak ada. Kecuali akan tumbuh benih-benih maksiat yang mulai bermekaran di dalam benak dan pikiran kita.
Jujur saja, apa yang anda pikirkan saat berduaan dengan lawan jenis yang bukan mahram anda? Tentu tanpa kalian jawab sekalipun kita bersama mampu menafsirkannya. Keinginan melakukan hal-hal negatif pasti secara lancar memenuhi semua pikiran kita. Hasil dari pikiran kotor itu apa, ‘jika ada kesempatan bisa jadi akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.’
Sekali lagi batasan dalam berinteraksi antara lawan jenis itu diperlukan. Ketika kita sudah terlalu nyaman dengan interaksi yang menabrak rambu-rambu syariat itu maka boleh dikata syaitan telah benar-benar menguasai kita. hanya dengan sedikit godaan saja, maka maksiat di depan mata. Naudzubillah mindzalik. Semoga bermanfaat. Waallahu a’lam bisshowab.

Jambi, 30/12-14
Ko Jeena
Jika saja masalah itu bisa diwakilkan, maka setiap orang pasti akan menganggap remeh semua masalah. Tidak perlu lagi ia ambil pusing dalam pemecahannya, sebab semua penyelesaian dapat terlimpahkan pada orang lain. Jujur saja, ketika setiap orang ditanya ‘apakah mereka mau menanggung sebuah masalah?’ pasti mereka menjawab hal serupa; tidak ingin ada masalah.
Tidak ada orang yang menginginkan masalah dalam hidupnya, tapi apakah benar hidup itu ada yang tanpa masalah? Selama kita hidup pasti akan berhadapan dengan masalah. Suka tidak suka kita tidak bisa mengelak. Pasti kita akan mendapat bagian milik kita karena itu sudah jatah kita.
Kodrat kita adalah manusia. Sudah sewajarnya jika manusia akan mendapatkan banyak tantangan hidup berupa masalah-masalah yang akan menghadang. Karena kita sebagai manusia adalah khalifah di muka bumi ini. Bagaimana pun bentuk masalah itu, baik besar maupun kecil itu semua tergantung bagaimana frame kita dalam menyikapi. Ketika kita menganggap masalah itu adalah sebuah rintangan, maka sekuat apapun tekad baja yang kita miliki lambat laun akan melemah seiring pengikisan pola pikir negatif itu. begitu juga sebaliknya, saat kita menganggap masalah itu adalah sebuah tantangan dan ujian, maka hati kita akan bertambah kokoh dalam menghadapinya. Seolah-olah kita siap! Meskipun kenyataan kita masihlah ringkih.
Sekali lagi tanamkan jika setiap masalah dalam hidup kita adalah sebuah Ujian. Ujian kelayakan untuk memantaskan diri. Itu artinya Allah masih sayang kepada kita, sebab Allah ingin membanggakan kita sebagai hambanya yang tabah dan ikhlas dalam menghadapi masalah. Bukan hambanya yang cengeng dan menyerah terhadap ujian tersebut. Tiada kata bersedih dalam menghadapi suatu ujian hidup. Tersenyumlah. Bahagia ketika Allah masih mempertimbangkan kita. Karena Allah masih menganggap kita ada.
Hikmah apa yang dapat kita petik(?) Tidak ada satu pun hidup seseorang yang dilalui tanpa ada masalah mengitari. Setiap individu pasti memiliki masalah sendiri-sendiri. Bisa jadi kita menganggap masalah kita yang paling besar, tapi sesungguhnya di luar sana masih ada orang lain yang memiliki masalah lebih besar dari kita. hanya saja mungkin bentuk dan kondisinya berbeda.
Ada orang yang sudah menginjak usia tua namun masih saja sulit mendapatkan jodoh. Ada permasalahan rezeki yang selalu tidak pernah cukup dalam memenuhi kebutuhan diri dan keluarga. Ada orang yang mengalami kegagalan dalam berumah-tangga (broken home). Semua masalah itu berbeda, tapi yang mesti kita yakini pasti ada solusi untuk pemecahannya. Tinggal kita yang ingin ikhtiar mengatasinya dan berserah diri pada Allah, atau malah lari sebagai pecundang.
Setiap apa yang kita lalui dalam hidup adalah guru terbaik yang pernah dimiliki. Baik itu suatu kebaikan maupun permasalahan hidup itu sendiri. Ketika seseorang melupakan masa lalunya, maka sesungguhnya ia telah kehilangan guru tersebut.
Boleh saja kita mengatakan dunia ini kejam. Memang seperti itulah adanya. Kita tidak bisa bermental lemah dalam menghadapi suatu masalah yang akhirnya malah berujung dengan kehancuran diri. Sudah seharusnya kita tegar! Ingat, di sisi kta ada Allah senantiasa mendampingi. Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam Bishowab.
Jambi, 28/12-14



Ko Jeena
Setiap manusia memiliki fitrah yang sama, yakni menjadi baik. Sebenarnya tidak ada manusia jahat, hanya saja mungkin ada sebagian kecil dari kita sedang khilaf dan belum tersadar jika apa yang ia lakukan salah. Sudah menjadi keharusan bagi kita untuk menyadarkan atau paling tidak mengingatkannya. Kewajiban kita hanya sebatas mengingatkan, tidak ada sedikit pun kuasa kita membuat ia jadi baik. Hidayah datangnya dari Allah.
Beruntunglah bagi insan yang telah mencecap manisnya hidayah tersebut. Sudah tentu rugi jika ia melepaskan kembali. Karena sebaik-baiknya manusia di hadapan Allah adalah mereka yang dengan ikhlas bertobat kepadaNya.
Mendapatkan hidayah itu memang sulit. Diperlukan keikhlasan di dalamnya. Tidak semudah kita membalikkan telapak tangan, tetap harus kita temukan dahulu. Terlepas dari itu yang lebih sulit adalah mempertahankannya. Itu sebabnya dibutuhkan keistiqomahan dalam melaksanakan ketakwaan-ketakwaan guna menjaga agar ia tak sirna kembali.
Lalu bagaimana kita menjaganya agar ia senantiasa terjaga? Tentunya dengan upaya semaksimal mungkin untuk selalu dan selalu memperbaiki diri. Perbaiki kualitas hati. Sebab hati adalah cawan tempat menampung segala macam kebaikan dan cahaya Illahi.
Mungkin ada sebagian orang yang telah terlalu puas dengan perubahan dirinya menjadi baik. Ia menjadi enggan untuk terus menambah amalan-amalan yang dapat lebih mendekatkan ia kepada Dzat pemberi kebaikan yaitu Allah. Ia merasa ibadah-ibadah wajib yang ia lakukan telah maksimal sehingga ia meremehkan ibadah sunnah lainnya. Sebenarnya hal ini kuranglah tepat.
Cobalah kita lihat bagaimana kualitas ibadah Rasullullah SAW, seseorang yang telah dijamin masuk Surga sekalipun masih senantiasa memperbaiki diri. Ia selalu meningkatkan kualitas hati, dari kualitas kehidupan sehari-hari hingga kualitas ibadahnya terhadap Allah. Sudah seharusnya kita mencontoh beliau. Sebab suri tauladan sempurna adalah akhlak beliau. Sebagaimana saat sahabat bertanya kepada Aisyah perihal akhlak Nabi Muhammad, maka Aisyah menjawab Akhlak Nabi adalah Al-Quran.
Kini, coba pandang diri kita. bagaimana dengan kita(?) manusia yang pastinya teramat banyak bergelimang dosa. Jika diibaratkan sebuah ruang kosong, maka diri kita adalah ruang yang penuh dengan debu, serawang, sarang laba-laba, tempat serangga, dan tempat berbagai kotoran lainnya. Masihkan ada niatan kita untuk memperbaiki diri? Senantiasa meningkatkan kualitas diri? Atau jangan-jangan kita malah sombong dan riya terhadap apa yang kita miliki saat ini.
Ada satu ungkapan yang mungkin saja dapat menohok perasaan kita. “Ketika seorang pencuri berada di tengah-tengah para garong dan koruptor, maka pencuri itu merasa dirinya yang paling baik dan bersih. Padahal mereka sama-sama golongan pencuri.” Entah bagaimana denganmu, tapi jujur saya sendiri merasa amat teriris. Ketika kita dianalogikan sebagai seorang pencuri yang berada di lingkungan para garong, kita merasa kita adalah yang paling bersih. Tapi sedikitpun kita tidak sadar jika sejatinya kita dan mereka sama; masih satu kesatuan dalam kata ‘pencuri.’
Kita merasa hebat dengan kualitas ibadah kita saat ini. Merasa diri paling baik, merasa sudah pantas, hingga kita dengan mudah mangatakan orang lain salah, ibadah mereka keliru, bid’ah, dan semacamnya. Sebenarnya kita bukanlah apa-apa. Ilmu dan pemahaman tentang agama kita masihlah sangat jauh. Kita harus senantiasa memperbaikinya.
Terlepas dari itu masihlah Allah yang maha menilai. Sudah baikkah diri ini atau masih berada dalam posisi ‘sang pencuri’ atau bahkan mirisnya kita digolongkan pada golongan munafik. Hanya Allah yang tahu. Tiada orang yang pantas menilai, termasuk diri sendiri. Sebab apa yang terlihat baik tidak selamanya baik, begitu juga sebaliknya apa yang terlihat buruk tak selamanya buruk. Semoga bermanfaat. Waallahu a’lam bishowab.

Jbi, 25/12-14

Ko Jeena
‘Sudah sejauh mana ibadah anda kepada Allah?’ Sebuah pertanyaan sederhana namun memiliki banyak pemahaman saat kita menjawabnya.
Ibadah adalah bukti kecintaan kita kepada Allah. Ibadah adalah sebuah ketakwaan. Ketika kita mencintai sesuatu, maka kita akan loyalitas dalam membuktikannya. Analoginya seperti seorang profesional yang begitu mencintai suatu bidang pekerjaan, maka ia akan mencurahkan segala sesuatu untuk pekerjaan tersebut. Begitu juga saat kita berbicara tentang cinta kepada Allah, sudah pasti itu menyangkut ketaatan-ketaatan yang seharusnya kita utamakan hanya untuk mengharap ridho Allah. Hal ini erat kaitannya dengan ibadah itu sendiri.
Lalu, sudah sejauh mana ibadah kita?
Saat kita dihadapkan pada kata ibadah itu sendiri, apa yang terlintas dalam pikiran kita. Jujur saja, kebanyakan dari kita termasuk saya akan berpikir jika ibadah itu hanya sebatas sholat dan mengaji. Jadi saat kita ditanya, “ibadah kamu bagaimana?” maka frame berpikir kita akan menuju pada dua hal itu saja.
Sebenarnya pengertian ibadah itu luas. Segala sesuatu yang kita niatkan hanya untuk Allah maka akan bernilai ibadah. Inilah beruntungnya kita sebagai seorang muslim. Apa-apa yang kita lakukan pasti memiliki nilai ibadah. Dari tidur dan bangun kita, duduk dan berdiri kita, jalan dan berlari kita, diam dan bergerak, bekerja bahkan urusan kamar mandi sekalipun bernilai ibadah. Tentunya dengan niat yang tepat; semata-mata karena Allah. Belum lagi ibadah-ibadah lain yang memiliki nilai pahala besar di mata Allah.
Saat ada orang mengatakan urusan dunia itu berbeda dengan urusan akhirat, maka sudah pastilah pendapat ini salah. Dunia dan akhirat saling terkait. Ketika setiap apa yang kita lakukan di dunia adalah ibadah, maka pasti akan ada nilai lebih saat di akhirat kelak.
Dulu, ada yang pernah mengatakan kurang lebih seperti ini, “Agama itu tidak perlu, asalkan kita baik, maka akan masuk surga! Lihatlah pada kisah pelacur yang memberikan air pada seekor anjing sekarat. Ia masuk surga!” itu analoginya sama seperti saat kita mengikuti lomba lari, kita menang, tapi sayangnya kita tidak terdaftar dalam perlombaan itu. Jadi kemenangan kita sia-sia.
Memang benar yang menjadikan kita pantas di jannah-Nya kelak bukanlah karena amal kita, namun karena ridho Allah. lalu bagaimana Allah akan menilai pantas jika kita tidak membuktikan cinta kepada Allah dengan ibadah yang ikhlas kepadaNya. In syaa Allah dari sekian banyak ibadah berharaplah ada salah satu yang membuat Allah memantaskan kita.
Kesimpulannya, makna ibadah tidak hanya sekedar sholat dan mengaji saja. Namun apa-apa yang kita lakukan hanya untuk mengharap ridho Allah maka itu adalah ibadah. Meskipun demikian sholat tetaplah wajib, sebab itu yang membedakan kita yang beriman dengan mereka yang belum beriman. Keliru juga ketika kita mengejar ibadah lainnya tapi malah meninggalkan yang wajib. Semoga bermanfaat. Waallahu a’lam bishowab.
Jambi, 24/12-14



Ko Jeena
Entah kenapa malam ini jemari tergelitik untuk menulis tema ini. Walimah. Bukan berarti ini modus ya, bukan! Sama sekali bukan. Tapi ada sesuatu dalam benak saya yang seolah-olah berebut ingin keluar. Daripada ditahan dan akhirnya jadi migrain, maka lebih baik saya tuliskan saja. Semoga bermanfaat.
Saya bukan ingin membahas tentang hukum, kebaikan, dan manfaat dari sebuah pernikahan itu sendiri. Sebab dari banyak sumber yang merujuk pada Al-Qur’an dan hadits telah banyak membedahnya. Mungkin saja kalian lebih paham dari saya. Tentang pernikahan sendiri memiliki ruang lingkup yang begitu luas. Dari perencanaan, pemilihan, hingga hal-hal apa saja yang ada dan mesti dijalanani dalam proses sesudahnya. Hal itu untuk lebih jelasnya kita bisa membuka Fiqh Nikah.
Saya hanya ingin sedikit sharing dengan segala keterbatasan ilmu saya mengenai sesuatu di luar pernikahan itu sendiri, tapi sangat berpengaruh nantinya dalam proses menjalani kehidupan setelah penikahan.
Jujur, saya juga belum menikah. Tapi hal ini tak lantas menghalangi untuk berbagi sedikit artikel tentang pernikahan itu sendiri bukan. Analoginya, ketika kita ingin membahas tentang Narkoba dan Sex bebas tidak mesti kita harus terjerumus dahulu agar dapat menuliskan kebaikan tentangnya. Meskipun lebih baiknya jika mengalami sendiri. Ah! Sudahlah ... intinya tak harus menikah dulu untuk menulis tentang ini.
Bagi sahabat-sahabat yang telah, sedang, atau dalam masa persiapan diri untuk hal mulia satu ini, pernah tidak terlintas dalam pikiran kita tujuan dari kita menikah itu sendiri. ‘Apa sih tujuan kita menikah?’ mungkin pertanyaan itu terlihat sepele, tapi percayalah hal itu akan berpengaruh besar terhadap proses pernikahan nanti. Dari bagaimana kita mempersiapkan diri, pemilihan calon, hingga hal-hal yang mesti dikejar dan capai setelah pernikahan bersama pasangan kita nanti.
Contoh kasus lain begini, ketika dahulu kita memilih bidang jurusan pendidikan yang kita tekuni tentu pertanyaan serupa pula terlontar. Tidak mungkin seseorang ingin menjadi perawat tapi ia sekolah di jurusan tata boga. Tidak mungkin seseorang ingin menjadi arsitek tapi ia menuntut ilmu di jurusan seni. Seperti halnya saya dahulu. Saya ingin bekerja di luar negeri di bidang pariwisata atau setidaknya kapal pesiar mewah, oleh karena itu saya bersekolah di jurusan pariwisata dan memperdalam bahasa asing. Tapi ya itu dulu, sebelum Allah memberikan ganti lain yang lebih baik.
Begitu pula dengan pernikahan. Tentu kita tidak sembarang membentuk sebuah keluarga. Harus ada motif yang melatarbelakanginya. Tujuan kita harus jelas!
Allah akan memberikan segala sesuatu itu sesuai dengan niat kita. Sesuai dengan sabda Rasulullah, “Segala amal itu tergantung niatnya, dan setiap orang hanya mendapatkan sesuai niatnya. Maka barang siapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya itu kepada Allah dan Rasul-Nya. Barang siapa yang hijrahnya itu Karena kesenangan dunia atau karena seorang wanita yang akan dikawininya, maka hijrahnya itu kepada apa yang ditujunya”. Karena sejatinya pernikahan itu adalah ibadah, maka sudah seharusnya kita memperjelas niat kita menikah untuk apa.
Tujuan atau niat itu perlu. Dengan niat yang kokoh, maka akan terbentuk sebuah pernikahan kokoh pula. Selayaknya karang yang diterjang ombak. Tidak goyah sebab jelas.
Ada banyak orang yang menikah karena faktor ‘CINTA’. “Aku mencintaimu, maka aku harus menikah denganmu.” Sebenarnya tidak salah dengan hal ini, hanya saja kita mesti pahami jika cinta itu absurb; sesuatu yang tidak jelas. Bagi para penggiat seni rupa itu namanya abstrak. Lalu apakah cinta bisa menjamin sebuah pernikahan akan bahagia? Jawabannya belum tentu kawan. Coba kamu pikir secara logis, bisa tidak sesuatu yang abstrak memberikan satu gambaran pasti tentang hasilnya. Tidak! Coba lihat lukisan abstrak, maka setiap mata yang melihat akan berpresentatif hal berbeda. Lah wong namanya juga gak jelas. Abu-abu.
Banyak niat yang dapat memperkokoh suatu pernikahan. Ketika seseorang menikah hanya untuk mendapatkan kepuasan Sex semata, maka pastilah ia akan mencari kriteria pasangan yang dapat memenuhi itu. Ia pun akan mempersiapkan diri untuk itu. Ketika seseorang menikah untuk memperlebar sayap bisnisnya, maka ia akan mencari pasangan yang dapat menunjang bisnisnya, bisa jadi anak orang kaya atau pengusaha. Intinya bisnis yang kelak akan ia bina dengan sang pasangan harus berkembang. Itu ada juga. Ada pula seseorang yang menikah karena paras nan elok, jika hal ini masih nyerempet-nyerempet dengan cinta, tapi ujung-ujungnya tentang pemuasan biologis juga. Banyak niat lain yang dapat melatar belakangi sebuah pernikahan.
Ingatlah kawan. Niat itu yang menentukan pernikahan kita akan berjalan seperti apa. Masalah langgeng atau tidak biarlah itu tetap menjadi rahasia Allah. Ketika kita menikah karena harta, saat harta habis maka pernikahan akan goyah. Ketika pernikahan karena paran nan elok, ketika menjadi jelek dan keriput pernikahan dapat terancam bencana. Jika karena kepuasan biologis semata, ketika salah satu pasangan tak lagi mengimbangi bisa-bisa perselingkuhan di depan mata.
Lalu niat apa yang dapat membuat sebuah pernikahan itu kokoh. Niat karena Allah! Kawan. Dengan meniatkan karena Allah, maka tujuan pernikahan akan mudah ditapaki.
JIka kalian bertanya pada saya perihal tujuan pernikahan. Saya memiliki tujuan yang tentunya saya rahasiakan. Saya akan memilih pasangan dengan visi dan misi yang sama. Karena Allah. Dengan meniatkan pernikahan adalah ibadah karena Allah, maka proses setelah pernikahan nanti In syaa Allah akan mudah dijalani karena visi dan misi pasti serupa. Tidak jauh-jauh dari mengharapkan ridho Allah. Masalah perbedaan lain bisa mengimbangi. Karena yang terpenting adalah menetapkan tujuan dari pernikahan itu sendiri.
Kesimpulannya apa(?) Sebuah pernikahan tidak bisa hanya kita jalankan seperti air yang mengalir saja. Istilahnya ikut arus. Hal itu malah akan berpotensi menenggelamkan kapal mahligai pernikahan itu sendiri. Sejak awal, sebelum proses pernikahan harus ditentukan dulu niat yang lurus dan tujuan menikah itu untuk apa. Hal itu dapat kita jadikan sebagai rujukan dalam memilih kriteria pasangan nantinya. Agar pernikahan itu benar-benar sejalan dan mempermudah dalam upaya mengharap ridho Allah.
Sebuah pernikahan pasti akan selalu ada badai menerjang. Dengan visi misi kokoh akan menguatkan biduk pernikahan itu di tengah gelombang pasang.
Waallahu’alam


Jambi, 13/12-14