DONGENG ABU-ABU
Lihatlah
sosok Bidadari itu.
Apakah
benar itu dirimu ?
Ya,
aku yakin jika itu memang engkau,
“Kakak
kelasku yang manis dulu.”
Kuharap
ini bukanlah fatamorgana,
;
Betul.
Karena
bening matamu itu masih nyata.
Senyum
merona bahagiamu; Jelas
Terlukis
dalam ingatanku.
-Beberapa
tahun yang lalu.
Jernih,
pancaran cahaya kecantikanmu masih saja selalu sama.
Tak
ada tempias takdir. Tak tampakpun guratan masa lalu.
;
Engkau begitu sempurna.
Hari
ini,
Kita
dipertemukan lagi, kehendak langit menginginkan ini semua.
Setelah
sekian lama rakit kehidupan membawa kita
Mengarungi
sungai berbeda.
Kini
aku berdiri di depanmu, memandang engkau.
-Bahagia.
Tapi,
Keadaan
sekarang tidaklah sama waktu aku mengagumimu dulu.
Ketika
aku anak manja berseragam abu-abu.
Sang
penghayal akan kehidupan dalam negeri dongeng.
Dan
bermimpi mendapatkan pendamping Puteri cantik seperti engkau.
Karena
aku pangeran berkuda putih.
Memakai
zirah emas.
Bermahkota
intan permata,
Dan
menggenggam pedang baja dari dewa.
Berjalan
menghampiri tidurmu. Membangunkanmu.
Mengecup
keningmu mesra.
Membisikkan
dengan lembut, bahwa aku sayang kamu.
Kini
lihatlah aku,
Pria
lusuh yang ada di depanmu.
Sejak
tadi memungut piring kotor demi sesuap nasi.
Tak
pantas lagi saat ini aku mengagumimu, tertunduk malu oleh kenyataan.
(
Perlahan, gerimis itu membasahi bumi )
;
Sunyi sesaat
Bersama
air hujan, kenangan itu jatuh menghujam benakku.
-Dalam.
Dulu,
ketika dunia ini bagiku masih berupa negeri dongeng.
Aku
pernah mengirimimu sepucuk surat cinta
Dan
tiga lembar puisi.
Hanya
ingin lebih mengenalmu. Dan membasahi hatimu.
Walau
sulit bagiku, karena banyak lelaki menginginkan cintamu.
Seminggu
menanti balasan darimu,
;
Bosan menunggu.
Sebuah
kabar dari temanmu.
Engkau
membaca suratku, lalu tersenyum.
Sama
seperti saat ini,
Dirimu
tersenyum manis padaku sembari menjabat tangan.
Bertanya
kabar,
Kesibukan,
Dan
berlalu …
Semakin
menjauh meninggalkan sepotong kisah masa lalu.
Diriku
diantara kepingan-kepingan waktu, menyongsong
dalam
bayangan kakak kelasku yang manis. Pergi.
Kehampaan,
Tanpa
tahu entah kapan surat itu akan terbalas.
Bidadari
itu,
Telah
berlalu
Jogyakarta, 06 Mei 2010
CATATAN UNTUK GADIS BERKACAMATA DULU
Masa
lalu,
Itu
dulu sekali…
Aku
mengenalmu
Dari
kegiatan sastra Empat tahun yang lalu.
Tiga
hari panjang bersamamu, melelahkan katamu.
Tapi
begitu indah bagiku.
Berkumpul
denganmu, tertawa.
Menghabiskan
waktu kepenatan saat itu, bersama.
Melihatmu
serius ketika menorehkan pikiranmu dalam cerita itu,
Aku
tersenyum; engkau tak tahu.
Sadarkah,
Demi
menemanimu ketika pulang.
Aku
bersedia
Membunuh
waktu
Agar
hari itu jadi selamanya
Dalam
hidupku.
Berharap
engkau jangan pergi.
Tetaplah
menunggu bersamaku.
Orang
tuamu akan lama menjemputmu.
Saat
itu musim kemarau,
Waktu
berlalu mengizinkanku
Untuk
lebih sering
Bersama
denganmu.
Dalam
kegiatan lain,
Semakin
sering kumenjumpaimu.
Walau
harus membohongi hati.
Bahwa
sesungguhnya
Aku
mencintaimu.
Daripada
dicintai,
Lebih
baik mencintai setulus hati.
Ah,
harapan tak selalu sama dengan kenyataan.
Begitu
ironis kisahku,
Aku
mulai merindukanmu sekarang,
Ketika
awan telah beranjak pergi.
Empat
tahun yang lalu.
Walaupun
kini terpisah,
Kuharap
masih ada kesempatan
Untuk
bertemu lagi.
Kekeringan
hatiku, dan
Hari-hari
kita bersama dulu
Membekas
di jiwaku.
Dan
saat ini,
Ketika
aku menulis
Catatan
kerinduan untukmu,
Tubuhku
menggigil.
Dingin
hingga ke nadi.
Saat
aku tersadar…
Engkau
takkan pernah tahu isi hatiku.
Yogyakarta, 13 September 2010
FITRAH HATI
Alhamdulillah,
Allah
telah menyikap tabir hati selama ini.
Inilah
bukti dari buah keikhlasan itu manis.
Akhirnya
topeng telah terbuka,
Dan
coba lihatlah...
Betapa
berdurinya bunga yang selama ini kukira indah.
Biarkan
bernanah, lalu membusuk.
Yang
buruk biarlah pergi, mari ambil pelajaran baik untuk esok
Allah
maha penyayang,
Takkan
dibiarkan jiwa-jiwa tulus tersakiti.
Karena
jauh di lubuk hati,
Allah
lah cinta hakiki.
Semoga
engkau yang membaca ini mengerti,
Jika,
kepercayaan itu laksana keperawanan dari Illahi
Jika
sudah rusak, maka takkan pernah kembali lagi.
Dengarkan,
wahai jiwa-jiwa munafik.
Jangan
engkau permainkan hati.
Hati
tulus adalah Fitrah cinta sejati,
Setiap
denyut nya bertasbih atas nama cinta.
Setiap
lafaz selalu mengagungkan namaNya.
Semerdu
biola kasih, semerdu lantunan Qolbu.
Maka
jauhilah,
Engkau
yang berjiwa munafik.
Keindahan
itu bukan untukmu.
Hingga
tabir baru terbuka kembali.
Menuju
kesebuah akhir cerita.
Jika
hati itu,
Akan
bahagia.
Jambi, 18 Desember 2012
DAN AKU KIRA CINTA
Terdiam
disini
Melihatmu
sangat ayu
Senyummu
menawan hati
Sosok
ramah berhijab mulia
Perlahan
berjalan kemari
Langkah
kakimu anggun mempesona
Panorama
keindahan, bidadari negeriku
Ah..
(ku tepiskan pandanganku)
Tersadar,
melihatmu seksama adalah sebuah dosa
Aku
takut ketika malam tiba nanti
Bayangmu
malah akan menggangu tidurku
Jangan
biarkan fikiranku
Mengotori
keindahan itu
Tapi,
Mau
bagaimana lagi
Itu
adalah kodrat kita sebagai manusia
Aku
lelaki, dan kamu wanita
Sudah
sepantasnya aku mengagumimu
Mungkin
karena benar kamu indah.
Aku
berkata jujur
Ini
bukan sebuah dusta
Maaf,
jika ini adalah sebuah kesalahan
Maka
aku akan berusaha memperbaikinya
Agar
tidak lagi dosa, diantara rasa ini.
Sudahlah,
Biarkan
semua berjalan apa adanya
Tidak
akan kupaksakan rasa ini
Dan
juga tidak akan kuhilangkan rasa ini
Jika
rasa ini semakin tumbuh menjadi cinta
Akan
ku sambut dengan segenap jiwa
Dan
biarkan menggema
Diantara
dinding sukma
Dalam
balutan keridhoanNya
Cinta
karena Dia
Namun
jika rasa ini akan berkurang
Akan
ku ikhlaskan semakin memudar
Menjadi
bayangan yang samar
Dan
perlahan terus menghilang
Semakin
menghilang.
Jambi, 14 April 2013
CINTA LEBIH BAIK BUNGKAM
Diam!
Enggan berkutat!
Bungkam!
Kita
sama sama diam,
Terlanjur
mengalah pada tempo
Ritme
yang memaksa terdiam.
Membisu
pada kata tak serupa aksara
Mengeja
perlahan bab antara kita
menjadi
kau dan aku yang semakin merenggang
antara
batasan garis almanak merah
hati
tak lumrah, semakin
tersangkal
oleh cinta kau dan aku
Biarlah
menjauh,
Sebab
tak mungkin pisah jua jika kita
adalah
utara dan selatannya magnet
pasti!
kau aku berbalik
pada
satu cinta, semula.
lekat!
Anak
ingusan di kali terkotorpun tahu!
sembari
beringsut untuk gapai kolornya
ketika
diajak buat menunjuk
cinta
siapa yang besar, lewati bejananya
Pastilah
aku orangnya!
yang
cintaimu lebih dari logika yang kau tahu
Dalam
diampun,
tak
harus buktikan! "aku mencintaimu!"
karena
kata itu sampah.
Sesampah
sikapku, ketika aku menggodamu
padahal
kita tak lagi sah!.
Dalam
ikatan sesungguhnya. Sebelum aku
ucap
Ijab Qabul untukmu.
Jambi, 12 Maret 2014
PERAWAN SENJA
Ma,
tak cukup akrabkah aku
Mentadhabur
waktu
Sekian
lama,
Sedasa
bilangan serasa seabad
Pun
terasa menyiksa
Seakan
tiap detiknya berjingkat
Sungguh Ma,
Tak
cukup lentikah jemari ini
Setia
menghitung pongahnya masa
Tanpa
perduli jika hati ini ringkih
Berulangkali
terseok,
Hingga
tersungkur sendiri.
"Tetaplah
setia dalam ayat ayatmu, Nak
Jangan
letih lantunkan qiraah rindumu
Atau
dedoa itu biarkan tetap berhembus
Laksana
semilir angin,
Itulah
penantian yang memuliakan."
Mama
memendarkan pelita,
Bersitkan
harapan,
Benderang
Pada
jiwa rapuh ini.
"Bukankah
telah banyak pula selimut hati kusulam Ma,
Tak
terkira lagi banyaknya benang benang rindu
Terpakai,
Hanya
untuk melengkapi sulaman itu-
;
sulaman cinta, Ma."
"Janganlah
engkau bermuram durja anakku.
Kelak
akan ada masa,
Ketika
imammu datang menyelimutimu
Dengan
kasih sayang tentunya
Sebesar
keridhoan mama untukmu."
"Akankah
aku harus kembali menyulam cinta Ma?
Berapa
badar lagi harus terlampaui.
Aku
letih Ma,
Aku
lelah menunggu."
"Ingatlah
engkau dengan janji Allah pasti, Nak
Tentang
siapa dan apa yang terbaik untukmu
Asalkan
engkau memantaskan,
Maka
In syaa Allah akan hadir seorang berpantas pula.
Untukmu,
anakku
Maka
sabarlah menanti."
Tertohok
kembali batin ini
Lupakah
aku dengan bahasa cinta Allah selama ini,
"Fabiayyi
alaa irobbikuma tukadziban!"
Mama
menamparku,
Benar
dia menamparku!
"Setiap
makhluk diciptakan berpasang anakku,
Jangan
engkau kira kau hanya sendirian
Di
sana pula ada seorang memantaskan diri
Dan
itu hanya untuk engkau,
Untuk
cintamu, anakku."
"Jika
masa gulir kian berlalu,
Namun
tak satupun jejaka yang meminangku
Lalu
apa nilai kalayak terhadap aku(?)
Apakah
mama tak tergugu
Mendengar
jutaan hardik membekap anakmu."
Lihatlah
itu!
Si
Fulanah anak semata wayang Fulani
Adalah
perawan tua!
"Apakah
mama tidak teriris mendengar itu?"
"Jangan
lara anakku, yakinlah Allah
Memilih
jalan terbaik untukmu."
Kata
Ibu pada kemilau menganak sungai di tandan matanya
Bening,
Kemulir
itu jatuh.
Duh,
Gusti
Engkau
adalah Rahman dan Rahim
Tak
ada sedangkal usaha hambapun tuntas, jika
Engkau
tak meridhoi.
Tak
ada daya upaya hamba melebihi
Kehendakmu,
Qada
dan Qadarmu tak jua aku sangkal
Sebisa
mungkin berpasrah
Atas
apa yang terbaik
Untuk
hamba,
Menurut
Engkau, ya Allah.
Jambi, 22 Juli 2014
PUJANGGA DAN CINTA
Kidung
itu terlanjur engkau senandungkan,
Seumpama
selawat janenan
Atau
qiraah qiraahmu yang terbiasa menusuk
;
Hujam begitu dalam
Dengan
syahdu takhsinmu
Pada
desir angin purnama ini
Bahkan
deru ombak atau riuhnya kalam,
Tak
jua berani menghentikan lantunan itu
:
Sesaatpun tak kuasa.
Apalagi
aku!
Yang
hanya sebuah bidak rapuh
Pasti
tak bernyali; ketika aku melihat engkau
Dari
balik nestapa.
Aku!
Ya ... ini aku,
Lagi
lagi bungkam bicara
Padahal
kekata telah tersusun berupa aksara
Balada
balada tua tentang dirimu
Aku
buatkan untukmu,
Sial!
Bukankah
percuma,
Jika
noktah syair telah tercipta
Namun
sepenggalpun engkau tak mengeja
“Apa
yang engkau mau wahai pujangga?
Apakah
engkau ingin syairmu mengusik hatiku
Lantas
aku hentikan Qiraah qiraah rinduku,”
Pedas
tegurmu
“Maafkan
aku wahai cinta,
Tak
bermaksud aku pisahkan engkau dan Raabmu
Biarkan
ayat ayat itu terus menggema
Bukankah
itu indah,
Jauh
lebih indah dari syairku yang sampah”
“Siapakah
engkau pujangga?”
“Aku
hanya aku yang nista,
Tak
sepadan dengan untaian kata kata tersampir
Atau
dashyatnya ayat Illahi yang engkau baca.”
“Lalu
apa maumu?”
“Aku
hanya ...
Aku
...
Hanya
...”
Diam!
Melesat membenamkan seluruh naluri
Kembali
lempam dalam bejana kekata bungkam
Begitu
dramatis,
Ya,
ini aku yang kembali di balik nestapa
Memperhatikanmu
sendu
“Tak
pantas sungguh wahai pujangga
Kau
melampaui apa yang seharusnya tak kau datangi
Hati
ini tajam setajam sembilu
Engkau
pasti terluka nantinya.”
Duhai
cinta!
Kata
katamu malarungkan sakit dalam relungku
Apakah
ini penolakan?
“Janganlah
Jelu wahai pujangga
:
Jangan pula engkau bersyubhat
Gunakan
kemahiran jemarimu tak hanya untuk mayapada
Akhirat
lebih indah jika kau selami dengan kekata
Tegakkan
Din!
Itu
juga untuk meyakinkanku,
Hingga
bungur tumbuh dengan kembang ungunya
Lalu,
Kau
kupertimbangkan.”
Jambi,
22 Juli 2014
agen365 menyediakan game : sbobet, ibcbet, casino, togel dll
ayo segera bergabung bersama kami di agen365*com
pin bbm :2B389877
mari segera bergabung dengan kami.....
di ajoqq^^club...
segera di add black.berry pin 58CD292C.
WwW-AJoQQ club-c0m | bonus rollingan 0,3% | bonus referral 20% | minimal deposit 15000
Bosan tidak tahu mau mengerjakan apa pada saat santai, ayo segera uji keberuntungan kalian
hanya di D*EW*A*P*K / pin bb D87604A1
dengan hanya minimal deposit 10.000 kalian bisa memenangkan uang jutaan rupiah
dapatkan juga bonus rollingan 0.3% dan refferal 10% :)