Antologi Aqidah Satu

UKHUWAH DI MUSIM KERONTANG

Semusim kerontang,

Anginnya kering membakar tubuh terbentang

Tubuh yang telah lama terkekang

oleh pancang-pancang menjulang

Tinggi hingga menikam langit,

Disini,

Saat fajar belajar untuk menakar rasa sabar

Menghitung hari yang serasa melambat

Atau waktu yang mungkin berjingkat.

semua jawaban telah terjawab

ketika kudapati tubuh telah terjerembab

didalam gundukan pasir nan gersang

antara pancang-pancang yang menjulang

beberapa orang datang,

perlahan mengulurkan tangan

membangunkan,

sembari berbisik..

“di tanah gersang musim kerontang ini

Banyak srigala berkeliaran.

tetaplah bersama kami…

Antum jangan pergi lagi

Srigala hanya menerkam domba yang tersesat

Tetaplah pada ukhuwah ini.”

ya… dimusim ini

jawaban itu terjawab

bahkan sebelum lidah mengelu

atau nafas memberangus pengus.

Tentang kenapa tubuh ini bertemu kalian

Tentang arti ukhuwah ini

Dan kini,

Di musim kerontang ini

Jawaban itu sudah terjawab.

Jambi, 06 Oktober 2013

BELANG KITA

“Harimau tak bisa sembunyikan belangnya"

Kata itu menusuk.

;Ringkih.

Hujam relung terdalam

Patah dan meninggalkan bekas

Pada borok terlanjur membusuk

Sekian lama

Hingga bernanah

-Anyir

Ya, itulah kita

Serapih apapun sembunyikan kebusukan

Semulus apapun tutupi kesalahan

Allah maha melihat.

Meski orang lain mengelukan

Meski mereka menghebatkan

Atau dia yang mengagungkan

Namun Allah lebih mengetahui

Siapa jiwa yang bersemayam dalam tubuh ini

Lebih dari diri ini sendiri

Allah maha tahu

Hitam putihkah kanvas hati ini

Allah lebih mengerti

Tak usah di bohongi

Tak usah di tutupi

Allah maha mengerti

Jambi, 30 Januari 2014

SIKLUS

"Harus keluar dari siklus.!"

Itu teriakmu.

Sembari beringsut, meluncur pada pelataran hari memburam

Dan kemudian kembali terperosok.

; Berdebum.

Berusaha bangkit kembali.

Ah, namun kenapa sulit sekali

Seakan tangan dan kaki telah mati

Ditikam letih.

Pada siklus tak henti

Dan kini,

Ketika berusaha beringsut kembali

Kali keduanya kau hanya berbisik,

"Ha..rus.. keluar.. da..ri.. siklus,"

Sembari terdiam, pada gerak yang berhenti.

Jambi, 25-01-14

KITA DAN AIR

bertanyalah pada air,

sebagaimanapun ia berubah

lambat laun akan menjadi air kembali

jati diri,

asli,

tidak manipulasi.

bertanyalah pada air,

siapa diri kita

sekeras apapun menjadi orang lain

kita tetaplah kita

lambat laun memunculkan diri kita

yang sesungguhnya,

Belajarlah pada air,

ia akan mengisi ruang kosong

apapun bentuknya

air akan menyesuaikan

sekuat usahanya untuk membaur

maka bertanyalah,

bagaimana sikap kita

sosialisasi terhadap sesama

menyesuaikan diri dengan mereka

kita dan mereka adalah sama

lihatlah pada air,

mengalir pada permukaan yang rendah

meski air sangat di butuhkan

namun ia tetap berada di bawah

maka lihatlah,

kita sebagai manusia

tak perlu meninggikan diri,

meski selalu dibutuhkan

rendah hati diutamakan

Jambi, 01 Februari 2014

LISAN

Lisan. begitu tajam

seperti pedang, yang di tebaskan

pada sekerumun ilalang

putus.

tandas berhamburan

itulah kita, saat tak bisa remat ucapan

kitapun tandas.

luka, berhamburan

Lisan adalah harimau

siap menerkam dan memakan

kita yang tak tahu batasan

tata cara bicara sopan.

pasti,

lumat. berhamburan

Jambi, 07 Februari 2014

HAKEKAT DIRI

Tidak bisa ku eja berjuta makna tertera

Yang berhembus dalam sayup-mayup kepekaan terhadap dunia

Ah, inilah aku; hamba durhaka yang penuh dosa, Tuhan

Mencoba menghitung tiap rintik yang tertanam

Senja ini, bersama buliran air meresapi kemilau danau sipin.

Dan semerbak aroma nikmat Engkau berupa dinginnya angin

Menerpa mesra tiap keringat pada kuduk bersama bau busuknya

Tuhan, inilah aku

Seorang hamba yang merasa kerdil di atas keagunganMu

diantara rerumputan hijau dan burung walet berterbangan

serta ikan lampam yang berenang di kedalaman

semesta ini membentuk simfoni,

lantunan indah serunai gendang genderang

begitu damai; menenangkan jiwa

Sungguh malu, Tak pandailah aku luahkan segala puji-pujian itu

Saat menthadabur sunyi. Aku terseok tersungkur sendiri.

Masih tak dapat bedakan, antara khayal dan kenyataan

Selalu tersuluh dalam dekap cahayaMu

Meski hamba seperti dahulu

Lagi dan lagi kembali seperti dahulu

Ajarkan aku, Tuhan

Tentang apa hekekat diri ini

Apakah hanya seonggok daging dan tulang belulang

Atau lebih dari itu.

Engkau yang maha tahu; siapa diri ini sebenarnya

Jambi, 17 Februari 2014

CINTA UNTUK SI HATI

Semua boleh tahu,

Raga ini masih yang dulu

Saat berseru kita ini satu

Ketika saling membahu

Untuk impian yang dituju.

Aku; kamu satu !

Teriak kita semua

Bersama dalam satu cinta, cinta mulia

Ukhuwah terangkul begitu indah

Dalam senang maupun susah

Suka duka itu lumrah,

Disaat jatuh bangun mengemban amanah

Sebagai manusia itu adalah fitrah

Tentang kamu dan aku; tak habis semua kata

Gamblang ku eja di penghujung aksara

Tapi,

Semua itu jasadku, tentang ragaku

Bagaimana hatiku ?

Apakah semua tahu.

Tentang gejolak di dalam diri

Bagai keindahan penuh duri

Atau sekam yang sembunyikan kobaran api

Itulah; hati

Rasanya belum cukup pantas

Bila hati ini tertaut pada sampan yang sama

Meski bersama, arungi laut serupa

Namun aku berbeda; itu yang kurasa

Munafik!

Bila raga berseberangan dengan hati

Perbuatan baik tak di barengi niat suci

Sungguh sia-sia

Tandas habis; hangus arang terbakar

Oh hati..

Janganlah engkau seperti itu

Hilang jauhkanlah sifat abdullah bin ubay

Jangan ikuti abdullah bin sabba'

Oh ikhwafillah..

Jangan biarkan hati renung sendiri

Jaga ukhuwah ini bersama si hati

Rangkul ia seperti engkau rangkul raga ini

Agar hati dapat mencicipi

Indahnya cinta ini

Jambi, 25 Februari 2014

TAUHID

Allah itu satu, kita semua tahu

Allah maha Besar ! ; takbir setiap insan menggarang

Tak ada yang serupa Dia

Apalagi sekedar menyamaiNya.

Semua manusia meng-iya kannya

Namun kenapa masih saja ada,

Sebagian dari kita yang terpedaya

Oleh rayuan Iblis yang durhaka

Coba menjadi pembanding akan kuasaNya

Meski sudah tahu itu takkan bisa

Bodoh sungguh bodoh.

Dikatakan tolol !! pun iya juga

Hilang memang akal sehatnya,

Tertutup nafsu dan hasrat dunia

Manusia oh manusia..

Diri hina merasa mulia

Ingin dipandang tinggi derajat oleh sesama

Pergi ke dukun jadi solusinya

Aneh-aneh saja.

Jika ingin kaya ya usaha

Bila perlu wirausaha

Jangan inginnya secepat kuda

Alih-alih orang pintar di kunjungi juga

Pintar oh apa engkau sok pintar

Sekali dukun ya dukun saja

Embel-embel pake gelar ustadz segala

Berkedok pengobatan alternatif jua

Eh.. kok kemenyan dibakar berserak dupa

Sudahlah,

Kembali ke hal wajar-wajar saja

Ikhtiar bukan seperti itu caranya

Biar sedikit asal halal hasilnya

Dan terpenting dapat ridho yang maha Kuasa

Allah azza wazzalla.

Jambi, 27 Februari 2014

ZAKAT

Merah biru padu ! kawan

Saat harumnya menggelitik hasrat belanja; jemari terusik

Menggatal tiap ruas ingin segera rengkuh nikmatnya

Kau; aku rasa sama belalaknya saat menatap tajam

Pada kemilau harta,

Yang ternyata hanyalah titipan semata.

Merah padam kita terusik dengan sebuah kewajiban.

Semisal kita sangkal pada tiap jengkal kenyataan

Kebutuhan hidup jadi alasan,

Anak bini jadi kambing hitam.

Siapa lagi yang akan kau persalahkan ?

Apakah Tuhan ?

Kau; aku rasa sama

Saat berbantah zakat penghasilan,

Seolah enggan untuk keluarkan

Takut miskin !. bakhil jadi kebanggaan.

Aqiimush sholaata wa-aatuz zakaata !!

Perintah Allah kian menggema.

Kepada kita kian terlena,

Lenyap terbawa dunia

Untuk kita yang telah lupa, atau

Hanya pura-pura lupa.

Tak hilang tak lenyap harta yang kita zakatkan

Kecuali ia hidup dan bertumbuh pada tiap tangkainya

Kecuali ia menjadi saksi

Kecuali ia adalah pelita

Saat langkah mulai gontai, setapaki alam barzah

Dalam gulita,

Janji Allah akan ada.

Jambi, 03 Maret 2014

UJUNG SENJA KITA, SAYANG

Pagi harimu selalu saja usik pembaringanku.

Entah kenapa?

Disetiap seduh hangatnya kopi pahit

yang kerap engkau sodorkan padaku

senantiasa hadir senyummu di sana

dalam remahremah ampas di bibir cangkir ini

engkau menghangat,

per seruput kentalnya saat lekat sentuh bibir getirku

Sayang, cukuplah kehadiranmu

sebagai gula termanis disisa umurku

tak sebanding induk gula manapun manismu itu

Biarpun keriput kini memenuhi wajah dan dahimu,

tapi itulah keindahan bagiku

Tak usah lagi engkau,

hitamkan rambutmu untukku

Tak kuinginkan itu semua, sayang

Karena putih ubanmu

Sungguh pancarkan kecantikan nyata

Itu adalah mahkotamu dan juga kebanggaan bagiku

biarlah seperti itu

Keriput dan ubanmu, membuat aku tergila kepadamu

Memanglah benar, sayang

Jika perlahan kita telah dimakan usia

tak lagi kita muda

ringkih tubuh ini jadi buktinya.

selalu terpaut pada tongkat penyangga

kita, sayang

sudah di ujung senja.

Bahagiamu, adalah bahagiaku

Maka, terus jagalah pancaran cahayanya

selama itu kau jaga.

Tidak sekalipun redup cinta kita

Sayang, apakah engkau bisa melihat

Meski dengan lensa tebalmu yang selalu membantumu

Terhadap Anakanak kita,

Mereka semua telah berkeluarga.

"Apakah mereka bahagia.?"

tanyamu padaku.

Dengan bulir intan membasah di sudut matamu

sembari seruput kopimu

dan melihat kepadaku

Ketika aku seruput,

kopiku

Tak usah engkau tanyakan tentang itu, sayang

Mereka tak pernah kunjungi kita

Pastilah mereka bahagia disana.

Mereka punya kesibukan luar biasa

Aku yang ajarkan mereka semua

Tentang bagaimana menjadi sukses di dunia

Tentang kekayaan

Tentang kemapanan

dan

Kejayaan.

Bukankah seharusnya kita bangga

terhadap Anakanak kita

yang sudah menjadi anggota dewan di sana

atau Panglima di Ibukota

serta dosen di perguruan tinggi ternama

dan cucucucu kita

akan sukses seperti bapaknya pula

karena mereka semua,

mendengarkan apa yang kukata.

"Tapi mereka telah tidur, saat kau ajarkan

bagaimana menghargai orang tua."

sergahmu padaku.

Buat bungkam

mulutku.

Sayang, engkau dan aku

walau hanya berdua di rumah tua

Namun kita tetap bahagia

Karena Allah menyerta

Cinta kita bersama

Tak usah khawatir engkau, sayang

Namamu telah kudaftarkan

sebagai calon bidadari pendampingku

di kehidupan abadi nanti.

Sebagai lembar baru

Pelengkap kisah kita

Dalam secangkir kopi pahit

Ujung senja kita.

Jambi, 12 Maret 2014