Pengangguran Bergaji

Ko Jeena
Bagiku, hal yang paling membosankan itu adalah menunggu. Masih wajar jika menunggunya relatif sebentar, sekitar dua atau lima menit saja. Namun berbeda dengan persepsi menunggu saat ini, lamanya dapat berkisar satu jam bahkan dua jam lebih. Jam karet kok dibiasakan? Tapi anehnya, dengan adanya kebiasaan buruk itu seolah-olah manusia kini memaklumkan saja kebodohan yang mereka lakukan. Tidak tahukah kita, jika semakin banyak waktu yang disia-siakan maka semakin banyak pula impian dan tujuan yang tanpa kita sadari akan menghilang juga.

Hal menyebalkan itu terjadi Senin siang ini, saat aku berjanji akan menemani kawan sepermainan untuk membuat Kartu Tanda Penduduk di Kantor Kecamatan.
“Assalamualaikum! Sob!” sebuah salam tiba-tiba memecah lamunanku siang itu. Diiringi bunyi knalpot bubutan seakan malah menambah aroma bising diantara kepulan asap-asap kendaraan yang memenuhi ruas jalan raya.
“Waalaikum salaam! Kenapa kamu baru datang sekarang Amri? Hampir saja aku pergi meninggalkan dirimu,” jawabku dengan kening berkerut karena menunggu lama. Sambil kulihat jam tangan menunjukan pukul 13.55, sebentar lagi pukul dua siang. Padahal kami berjanji untuk bertemu ba’da Dzuhur, yakni sekitar pukul 12.45. Tapi apalah daya, beginilah orang Indonesia. Lebih suka memelihara jam karet daripada memelihara ikan ataupun ternak ayam.
“Maaf Sob, motorku mogok tadi, maklum ... motor butut! Sekali gas knalpotnya kayak kentut!.”
“Ah! alasan lama lah itu. Jadi, kamu bawa ndak KTP lamamu?” pungkasku.
“Tentu bawa dong, gimana? kita langsung masuk ke dalam,” ajaknya.
“Ya iya dong, memangnya mesti nunggu apa lagi. Ini juga sebenarnya aku izin Cuma satu jam, demi kamu bela-belain dah ke sini.”
“Wah! Aku jadi ndak enak nih Sob, ya wess ... sebagai rasa terima kasihku nanti, dirimu tak traktir sate, satu tusuk saja tapi,” ledeknya.
Melihat jam yang sudah pukul dua siang, ini menandakan sudah waktunya bagi para pegawai terutama di pemerintahan kembali bekerja. Jam istirahat segitu sudah tergolong lama jika dibandingkan dengan tempatku bekerja. Hanya satu jam saja waktu yang diberikan untuk istirahat, yakni pukul dua belas tepat hingga pukul satu siang. Waktu yang hanya satu jam itulah harus dimanfaatkan dengan seoptimal mungkin untuk sholat dan makan, kalau mengejar berjamaah di masjid yang jaraknya lumayan dari kantor itu artinya harus puasa, sebab pasti tidak terkejar untuk melanjutkan makan.
Sebagai pegawai pemerintahan, itu sudah tergolong enak. Padahal kalau peraturannya sendiri kalau tidak salah ya sama dengan swasta, satu jam untuk Isoma. Tapi di sini entahlah, mungkin ada kebijakan tambahan atau apalah itu yang kita masyarakat di luar pemerintahan pasti tak tahu. Istirahat mereka lebih lama.
“Sob, di ruangan mana?” tanya kawanku tatkala kami menyusuri dalam kantor kecamatan.
“Setahuku sih yang itu,” jawabku sambil menunjuk ke salah satu ruangan di pojok koridor.
“Nanti di sana kita lapor dulu, kasih fotocopy berkas yang kuminta kemarin dan juga Kartu Tanda Penduduk lama milikmu,” jelasku.
“Oh begitu, lah! Nanti fotonya di mana?”
“Di ruangan sebelahnya.”
Selama kami melewati koridor di dalam kantor kecamatan ini, tak banyak orang yang ada di dalamnya. Banyak sekali meja-meja yang kosong. Bahkan meja di dalam ruangan piket jagapun hanya ada seorang wanita di sana, mengenakan pakaian putih hitam. Ada dua kemungkinan, yang pertama wanita ini adalah pekerja honor di kecamatan ini dan yang kedua, dia adalah siswa magang dari salah satu sekolah kejuruan di kota ini. Satu atau dua, semua jawaban tetap mengacu pada satu kesimpulan, wanita ini bukan seseorang yang telah diangkat jadi Pegawai Negeri di kantor kecamatan ini. Terlebih ruangan lain, situasi serupa dengan ruangan-ruangan sebelumnya. Kosong melompong.
Tidak ingin bersu’udzon dahulu, aku pastikan hati ini agar meyakini jika pegawai yang lain dalam perjalanan ke kantor sebab mereka mungkin saja makan siangnya di suatu tempat yang jauh.
“Loh kok?!” kawanku kaget saat melihat ke dalam ruangan yang kumaksud.
“Loh! Kosong Ri,” kataku. Sama pula saat mengekspresikan kekagetan terhadap apa yang kulihat.
Kami amati sekeliling ruangan itu, dan memang benar-benar kosong. Tak ada satu manusiapun yang kami temui di dalam. Begitu pula ruang sebelahnya yang merupakan tempat pengambilan foto untuk Kartu Tanda Penduduk.
“Mas berdua ada perlu apa ya?” tanya seorang lelaki berpakaian dinas berjalan menghampiri kami berdua. Dari arah belakang, sepertinya toilet.
“Kami mau buat Kartu Penduduk Pak,” jawabku mantap pada lelaki itu.
“Oh, KTP, tunggu sebentar lah Mas, bagian yang buat KTP kayaknya belum datang dari makan siang. Duduk dulu saja di situ,” jelasnya sambil menunjuk dengan mulutnya pada kursi tunggu tepat di depan ruang pembuatan KTP.
“Oh iya Pak,” kataku
“Terima kasih Pak,” sambung kawanku.
Sementara dia berlalu menuju ke sebuah ruangan di barisan depan bertuliskan ‘HUMAS.’
Karena dipersilahkan duduk menunggu, akhirnya kami putuskan untuk menunggu bagian yang bersangkutan. Manalagi jarak antara tempat kami beraktifitas dan kantor kecamatan begitu jauh, jadi sayang jika kami harus kembali dengan tujuan yang belum terpenuhi.
Ironisnya, menunggu kali ini tak lebih baiknya dibandingkan saat aku menuggu Amri, kawanku itu. Menit demi menit berlalu berguyur pegawai itu datang satu persatu, tapi tetap saja bukan bagian yang membuat KTP. Terlihat Amri yang mulai gelisah terkadang berdiri dan mondar-mandir di depanku, terkadang pula duduk kembali. Jam di tangan terus berdetak hingga menunjukan waktu telah berlalu setengah jam lebih. Anehnya tak satupun pula pegawai kecamatan yang bertugas di bagian pembuatan KTP yang memperlihatkan batang hidungnya.
“Ini bagaimana sih?!” gerutu Amri.
“Ya mana aku tahu Ri,” jawabku pula dengan senewen
“Ini namanya Pengangguran yang digaji! Kerja ndak mau, tapi gaji maunya lancar!” kembali celotehnya.
Jika kupikir benar juga apa yang dikatakan Amri kawanku itu. Bukan bermaksud ingin menjelekkan, tapi faktanya yang berkata demikian. Tidak hanya di kantor ini, di kantor dinas lainpun pasti sama. Aku berani bertaruh. Kalau soal nama keanggotaan boleh dipajang di papan daftar pegawai, tapi dari absensi bisa dikibulin. Bisa dihitung jari. Seolah-olah yang ada di daftar adalah pegawai ghaib, namanya ada namun fisik orangnya tidak ada. Sementara gaji dan tunjangan setiap bulan jalan terus.
Oh! Inikah hidup? Adilkah? Mungkin bagi mereka ini sudah yang paling adil, lalu bagaimana dengan kita yang harus memeras otak dan keringat dari pagi hingga sore demi gaji kecil dan non tunjangan.
Hal semacam ini harusnya segera dihentikan. Tapi bagaimana caranya? Ingin memutus rantai kebiasaan pengangguran bergaji tidak semudah membalik telapak tangan. Sulit! Bagaimana mau diputus jika dari cara perekrutan saja sudah ketara dengan praktik Korupsi Kolusi Nepotisme. Padahal pemerintah sedang tidak butuh pegawai, namun dipaksakan masuk dengan mengganjalnya memakai uang. Lagi-lagi uang yang berbicara. Segala sesuatu bisa dihitam putihkan dengan uang. Akibatnya, dengan kesenjangan antara bagian dan kebutuhan yang diperlukan tak sebanding dengan jumlah penerimaan karyawannya. Hasilnya sudah dapat kita lihat. Banyak pegawainya yang tidak bekerja atau tidak benar-benar bekerja.
Setelah begitu lama kami menunggu baru akhirnya datang seseorang yang memang bertanggung jawab di bagian pembuatan KTP. Ketika kami iseng-iseng bertanya soal keterlambatan dia, tahu jawabnya apa.
“Maaf, saya tadi menjemput anak sekolah dulu,” jelasnya dengan rasa tidak bersalah.
Sementara kami masih bersungut ria. Sampai-sampai dalam hati sekejap berkelebat keinginan ingin menghajar dia. Tapi ya sudahlah, lagi-lagi sistem yang jadi kambing hitamnya.
“Semprul!” teriakku dalam hati.
Jambi, 23 Juni 2014


5 komentar:

  1. Monica Wang mengatakan...

    Gabung yuk di F*a*n*s*B*E*T*T*I*N*G
    Ini pin bbmnya 5ee80afe :D

  2. makanan dan minuman mengatakan...

    AJOQQ menyediakan 8 permainan yang terdiri dari :
    Poker,Domino99 ,BandarQ,BandarPoker,Capsa,AduQ,Sakong,Bandar66 ( NEW GAME )
    Ayo segera bergabung bersama kami di AJOQQ :)
    Bonus : Rollingan 0.3% dan Referral 20% :)

  3. veronica lim mengatakan...

    mari segera bergabung dengan kami.....
    di ajoqq^^com...
    segera di add black.berry pin 58CD292C.
    WwW-AJoQQ club-c0m | bonus rollingan 0,3% | bonus referral 20% | minimal deposit 15000

  4. veronica lim mengatakan...

    pin BB : 58ab14f5 , di add ya...
    dijamin seru dan menghasilkan | IONQQ.

  5. sarah mengatakan...

    I0nQQ*C0m
    agen terbesar dan terpercaya di indonesia
    segera daftar dan bergabung bersama kami.
    p1n bb:*58ab14f5

Posting Komentar