Ko Jeena
Sejenak berfikir, begitu enaknya
hidup seperti seekor burung. Dia dapat terbang bebas kemanapun yang ia suka,
tanpa harus terbelenggu oleh aturan sebagai rambu-rambu. Meskipun burung
senantiasa terbang menyibak angkasa melintasi batas antar negara, ia tidak
harus mengurus paspor agar tidak bermasalah dengan petugas imigrasi. Ia tidak
harus mematuhi rambu-rambu lalu lintas yang ada. Tidak perlu takut ditilang
karena nerobos lampu merah. Tidak juga memikirkan kenaikan harga sembako akibat
BBM melonjak, apalagi kelangkaan elpiji kini yang seakan membunuh secara perlahan.
Dan
burung pun tak harus wajib lapor jika ia berada di suatu daerah baru. Tak perlu
repot-repot mengurus KTP, dipaksa ikut ronda, dipakasa ini itu oleh peraturan
yang sejatinya memang memaksa. Ia bebas,terbang melayang bebas. Bukankah pernah
dalam benak kita terlintas pikiran igin menjadi burung. Meskipun tak sama
setidaknya serupa. Menjadikan hidup mengalir apa adanya, tanpa harus terbebani
dengan tuntutan aturan yang kian hari kian menghimpit dada.
Meskipun burung adalah makluk
yang bebas, namun sesungguhnya ia bukanlah makhluk yang sepenuhnya ingkar dari
aturan. Burung adalah makluk ciptaan allah dengan segudang tanggung jawabnya
pula. Sama seperti kita, burung memiliki tanggung jawab juga. Sang induk burung
harus mengurus bayinya. Sang induk burung juga melindungi dan membesarkan
anaknya. Menambal lobang pada sarang yang kian lama makin membesar. Mencari
makan untuk anak-anak dan juga dirinya.
Coba bayangkan saja, jika
seandainya kita sebagai manusia bukanlah makhluk yang bertanggung jawab. Maka
apa jadinya kehidupan ini. Bukankah manusia sebagai khalifah di muka bumi ini ?
manusialah yang sepenuhnya berperan untuk mengambil setiap keputusan terkait
baik atau tidaknya nasib bumi di masa depan. Secara tidak langsung, ketika kita
telah terlahir di dunia ini maka saat itulah sebuah tanggung jawab telah di
amanahkan pada kita oleh dzat maha suci Allah S.W.T. amanah yang sangat besar
adalah tanggung jawab itu sendiri.
Seperti dalam firman Allah S.W.T.
dalam surat Al-fatir ayat 39
“Dialah yang menjadikan kamu
khalifah-khalifah di muka bumi. Barangsiapa yang kafir, maka (akibat)
kekafirannya menimpa dirinya sendiri. Dan kekafiran orang-orang yang kafir itu
tidak lain hanyalah akan menambah kemurkaan pada sisi Tuhannya dan kekafiran
orang-orang yang kafir itu tidak lain hanyalah akan menambah kerugian mereka
belaka.”
Serta dalam surat al-baqarah ayat
30
”Ingatlah ketika Tuhanmu
berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan
seorang khalifah di muka bumi". Mereka berkata: "Mengapa Engkau
hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan
padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji
Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku
mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.”
Dan pula dalam surat al-ahzaab
ayat 72
“Sungguh Kami telah tawarkan
amanat kepada langi, bumi dan gunung-gunung. Tapi mereka enggan memikulnya,
karena takut akan mengkhianatinya. Tapi manusia (bersedia) memikulnya. Ia
sungguh zhalim dan bodoh sekali.”
Dari petikan beberapa ayat di
atas, jelaslah jika kita manusia sejak lahir sudah di berikan tanggung jawab
yang sangat besar untuk memanggul amanah sebagai khalifah di muka bumi ini.
Meskipun pada awalnya para malaikat ragu akan kesanggupan kita sebagai manusia
dalam memegang tanggung jawab itu, namun Allah meyakinkan mereka. Jika hanya
Allah yang maha tahu atas segala perkara di dunia ini.
Jika kita tilik sekilas dari
makna tanggung jawab itu sendiri. Tanggung jawab itu merupakan bagian dari
fitrah kita sebagai manusia. Setiap insan pasti memiliki sifat tanggung jawab
itu. Tergantung bagaimana kita terus memupuknya dan mengimplementasikan dalam
kehidupan sehari-hari. Sifat tanggung jawab itu akan terus membaik seiring
dengan bertambah baiknya diri si manusianya tersebut.
Seseorang yang telah akhil baliq
pasti selalu berkaitan dengan sifat tanggung jawab ini secara subjectif. Sebab
telah dinilai mampu dari segi dalam dirinya hingga eksternalnya untuk dapat
memanggul tanggung jawab itu. Seperti halnya ketika ia masih masih sekolah,
menginjak perguruan tinggi, hingga telah terjun ke dunia kerja sekalipun.
Sayang sungguh disayang. Di zaman
yang serba instan seperti saat ini seakan menjadikan nilai dari sebuah tanggung
jawab tidak berarti lagi. Banyak dari kita yang sekonyong-konyong menerima
sebuah tanggung jawab namun kemudian melalaikannya seolah angin lalu.
Ia berani mengambilnya namun tak
berani mempertanggung jawabkannya. Ketika seorang “caleg” atau pemimpin di
amanahkan sebuah tanggung jawab besar kepadanya atas apa yang dia inginkan, dia
dengan mudah mengatakan “iya.!!” Namun seiring berjalannya waktu amanah itu
seolah menjadi pajangan yang tidak perlu di pertanggung jawabkan.
Apakah terlalu berani kita?
mempermainkan nilai tanggung jawab itu sendiri. Meski tidak di tuntut di alam
dunia ini, namun ingatlah ALLAH menanti pertanggungjawaban darimu. Wahai engkau
yang memikul tanggung jawab.
Semoga bermanfaat,
agen365 menyediakan game : sbobet, ibcbet, casino, togel dll
ayo segera bergabung bersama kami di agen365*com
pin bbm :2B389877