Ko Jeena
"Mana yang lebih pintar
anak-anak, antara manusia dan kerbau?" tanya seorang guru sekolah dasar
kepada siswa-siswinya yang baru duduk di kelas satu.
Dengan serentak, anak-anak jenius
itu menjawab, "Ya jelas manusia lah pak."
"Manusia kan dikasih akal
sama tuhan, kerbau tidak. Bapak ini bagaimana sih?" sambung seorang siswa
lainnya
Setujukah anda? Jika seandainya
pertanyaan itu dilontarkan kepada anda, mungkin anda akan menjawab serupa.
Mungkin jawaban anda akan lebih sadis bin bengis lagi dengan menambahkan,
"Anda itu lebih bodoh atau pintar sih dari kerbau? Pertanyaan anda tidak
berkualitas."
Untuk hal ini, ya! saya akui jika
jawaban anak sekolah dasar tadi dan anda yang setuju itu benar. Tidak ada yang
salah akan jawaban kalian. Namun bagaimana jika ada sebagian kecil dari kita
malah menjawab sebaliknya.
Bagaimana jika mereka menjawab,
"Ah, tentu saja kerbau itu sedikit lebih pintar dari kita."
Mendengar itu, mata anda seakan
meloncat. darah semakin memanas. Gemeretak gigi semakin jelas. Seolah pada saat
itu juga, anda ingin menghabisi orang yang menjawab berlainan tadi. Anda ingin memukuli,
serta menggantung ia sembari memberi label "Manusia planet bodoh!!, otak
udang!!, teman kerbau! masak lebih membela kerbau ketimbang kita manusia."
Mana mungkin, kerbau sejatinya
hewan bodoh itu bisa lebih pandai dari kita manusia yang sudah teruji tokcer
cara berfikirnya.
Mana mungkin kerbau sebagai hewan
pembajak sawah itu lebih pintar dari tuannya yakni kita sebagai manusia.
Mana mungkin pula kerbau hewan
qurban itu lebih baik pemikirannya ketimbang kita yang sudah menemukan telepon,
listrik, televisi, internet, bahkan sudah pergi ke bulan. Jelas yang memberi
pertanyaan itu bodoh, temannya kerbau, tidak relevan. Kurang akal !!!
Berhenti sejenak kawan.
Sebelum kita jauh memaki mereka
yang membela kerbau. coba amati dulu pepatah kuno ini. Jika kita suka membaca,
sudah pasti kita pernah mendengar pepatah ini.
"HANYA KERBAU YANG DAPAT
JATUH KE LOBANG YANG SAMA DUA KALI"
Mohon cermati lagi, dan garis
bawahi kata "DUA KALI.” Ada apa dengan "DUA KALI" sehingga kita
harus susah payah mencermatinya. Toh ini juga untuk kerbau.
Maka, izinkan dengan kerendahan
hati kumenjawabnya. Pasang telinga baik-baik agar kita tak lagi mencemooh
kerbau atau sekelompok kecil (kuasa hukum) yang membelanya.
"DUA KALI" memang
ditujukan pada kerbau, karena sejatinya kerbau adalah satu-satunya subject di
dalam pepatah itu.
Bayangkan, BINATANG !! sebodoh
kerbau yang kita katakan sebagai hewan pembajak sawah dan hewan qurban itu saja
hanya dapat terjatuh kedalam lobang yang sama dua kali.
Namun kenapa kita manusia yang
katanya berakal, pintar, cerdas, jenius, titel nya sarjana, doktor, yang pernah
ke bulan, yang pernah datang bulan (upss), yang menemukan telepon, menemukan
internet, dan yang paling tinggi derajatnya ketimbang mahkluk Allah yang lain
bisa jatuh kedalam lobang kemaksiatan yang sama berkali-kali.
Garis bawahi "BERKALI-KALI."
Ketika kita tersadar telah
melakukan maksiat, kita sadar telah melakukan dosa, kita sadar telah mendzalimi
orang, kita mengaku salah. Mengakunya bertaubat hingga bercucurlah air mata
kita. Kita bertaubat, hingga basah sajadah karena air mata. Lalu buktinya apa.
Esok hari, kita melakukan
kemaksiatan yang sama. Berkali-kali kita kembali kedalam lobang kenistaan yang
sama. Dan itu kita lakukan, tidak hanya dua kali, namun berkal-kali.
Sudah sepantasnyalah jika
sebagian kecil mereka, mengatakan kita itu (MANUSIA) lebih bodoh dari kerbau
sekalipun sebagai hewan paling bodoh di dunia.
Masih bisa menyangkalkah kita ?
Semoga bermanfaat,
0 komentar:
Posting Komentar