Hiporia Tahun Baru Salah Kaprah


 (Tulisan lama, 01 Januari 2014, saya Repost kambali)


Ko Jeena
Beberapa jam yang lalu, saat malam masih berselimut kelam, saat bintang-bintang mencandai bulan. Masih terngiang jelas di benak akan hyporia gemerlapnya malam. Mengikuti hitungan mundur penyelenggara segera ditembakkan kembang api ke langit. Menutupi mega-mega malam dengan warna-warni bak pelangi. Indah memang, membentuk panorama sempurna dalam kilatan jutaan warna menutupi hitamnya langit kala itu. Bias cahayanya menerpa di segenap penjuru bumi kota ini.

Terkadang kuning, merah, hijau, jingga, bahkan ungu. “bagaikan bermandikan cahaya” komentar sepasang remaja di atas motornya sembari berpegangan tangan. Diikuti puluhan, ratusan, bahkan ribuan pasangan lainnya yang terperangah di buatnya. Romantis kata mereka, namun sepertinya menjijikan menurutku. “Maksiat massal,” pikirku. Entah apa lagi yang akan pasangan-pasangan nakal itu lakukan setelah itu, langit pun tak ingin tahu.
Tambah meriah pula oleh tepuk tangan bergemuruh seperti tempias air di tengah badai. Terompet bersahut-sahutan sepanjang kegembiraan membentang. Mereka bahagia. Tapi sadarkah jika mereka sesungguhnya lalai. Mereka lalai dan dibutakan oleh dunia. Dibutakan pula oleh tradisi yang jelas-jelas tidak dibenarkan oleh Islam. Tradisi yang bukan milik kita. Bahkan tradisi yang malah dapat membawa kita semakin dekat dengan dosa. Masih banggakah kita merayakannya.
Sesuatu yang tidak di sukai Allah. Pesta pora dan menghambur-hamburkan uang adalah kebiasaan dari golongan yang di laknat Allah. Sejatinya kawan, pesta akhir tahun, pergantian tahun, atau yang lebih kita kenal pesta tahun baru adalah sesuatu yang sia-sia. Meski sekecil apapun kita merayakannya, itu tetap tergolong sia-sia.
Tak cukupkah Allah menegaskan pada kita dalam surat Al-takaathur ayat 1, “Bermegah-megahan telah melalaikan kamu..!!!”
Atau tak cukup indahkah Allah telah menasehati kita dalam surat Al-Hadid ayat 20, “Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu”
Dan juga ancaman Allah lainnya jika kita merayakan tradisi kaum lainnya dengan nilai sama dengan Murtad, dan Allah sama sekali tidak akan mendatangkan petunjuk kembali pada kita.
”Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: "Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar)". Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu” Al-Baqarah Ayat 120
Dan kini, mari kita bandingkan dengan seseorang atau sekelompok orang yang mengasingkan diri dari hiruk pikuk dan carut marutnya perayaan tahun baru itu. Mereka menenangkan diri dengan setenang-tenangnya jiwa. Memperbanyak dzikir kepada Allah. Mengingat Allah. Dalam setiap mili darah mereka, dalam setiap ritme hembusan nafas mereka. Selalu menyematkan Allah di dalamnya.
Ashadualla illa ha illallah... tiada tuhan memang selain Engkau ya Allah. Maka, tak ada yang pantas di sembah selain diriMu. Tak ada tempat berlindung selain Engkau. Maka lindungilah kami dari setiap tipu daya syaitan dan manusia dalam memalingkan kami dari AjaranMu. Hindarkan kami dari perbuatan sia-sia ya Allah. Jauhkan kami dari perbuatan maksiat. Jangan samakan kami dengan golongan-golongan mereka ya Allah. Golongan yang buta akan dunia dan lalai akan akhirat. Robbana atinna fi dunnia hassannah, wa fil akhiratii hassanah wa kinna adzabannar..
Meneteslah air mata itu, takala terharu membaca surat cinta dari Allah. Tanda kecintaannya terhadap kita, kasih sayangnya terhadap kita, asal kitapun tulus mencintaiNya. Dalam linangan air mata itu, mereka sunyi menthadabur malam.
Subbhanallah... wal hamdulillah... wa la illa haillallah... wallahuakbar..!!
Dzikir itu terus mengalun merdu kawan, seiring terpaan angin malam membelai mesra. Seiring bintang-bintang mencumbui kesunyian malam. Dan ketahuilah, ini bukan sekedar masalah kita merayakan atau tidak tahun baru mereka. Bukan seberapa banyak pula uang kita hamburkan untuk keperluan pesta tahun baru. Namun bagaimana kita memaknai pergantian tahun ini. Sudah siapkah diri ini untuk menghadapi tahun esok.
Semakin lama usia dunia ini maka semakin gila pula fenomena yang akan terjadi. Dari perubahan bahasa alay hingga kisah terbaru mengenai goyang seronok oplosan. Sudah siapkah mental kita, atau kita masih berkutat dengan dosa maksiat yang kita lakukan di tahun lalu.
Muhasabbahkan diri kawan, kita ini tak lebih dari seonggok daging penuh dosa. Di dalam diri kitalah tempat segala bentuk dosa dan kesalahan “nangkring”. Pada diri ini pulalah segala macam kemaksiatan kerap kali di lakukan. Coba ingat lagi, sudah berapa orang yang telah kita dzalimin baik sengaja atau tidak sengaja. Jika kita bisa saja memaafkan mereka lalu bagaimana dengan mereka, apakah sebaliknya mereka dapat pula dengan ringan hati memaafkan kita.
Coba kita pikirkan lagi kawan, siap tidak siap bahkan suka tidak suka tahun esok akan menjemput kita. Jika kita tidak mempersiapkan diri dan mental kita bagaimana dengan akhlak kita. Bukankah semakin lemah akhlak kita maka semakin rentan aqidah kita di bengkokkan. Naudzubillah min dzalik,, semoga Allah senantiasa memberikan kekuatan aqidah kepada kita sehingga kita terus dapat istiqomah dalam menegakkan PanjiNya.
Allahhu Akbar... Allahu Akbar.. Allahu Akbar..!!! bagaimanakah diri ini akan terjun di medan dakwah jika hati ini masih dekil akan dosa masa lalu. Bagaimanakah kita bisa berperan aktif dalam tegaknya agama Allah jika jiwa ini masih saja terlena akan maksiat yang berkarat. Bagaimana bisa kawan. Bagaimana
Sesungguhnya, tidak ada manusia yang suci atas segala dosa. Junjungan besar kita nabi kita Muhhammad SAW pun harus disucikan terlebih dahulu saat ia akan melakukan perjalanan mulia isra’ miraj’. Apalagi kita kawan, yang sejak dulu telah menabung dosa-dosa hingga Raqib Atib sendiri enggan untuk menjurnalnya untuk laporan akhir tahun, karena telah terlalu penuh nilai dari Debet Dosa kita. Tapi bagaimana sikap kita setelahnya.
Apakah kita hanya diam saja sambil cengar-cengir melihat catatan kemaksiatan itu. Atau kita malah tersedu menangis dan memohon ampun pada Allah agar memaafkan kita. Serta berjanji. Kita takkan kembali mengulanginya, atau setidaknya perubahan pribadi diri sedikit meningkat lebih baik.
Nabi muhammad sendiri pernah bersabda “Sungguhnya barang siapa yang hari ini lebih baik dari kemarin dialah orang yang beruntung, jika hari ini sama dengan kemarin maka ia adalah orang yang rugi, jika hari ini lebih buruk dari kemarin sesungguhnya dialah orang yang binasa.” Ingin menjadi golongan yang manakah kita, untung, rugi, atau malah kita memilih menjadi golongan binasa. Kita sendirilah kawan yang memilih. Dan apapun pilihan kita harus kita pertanggung jawabkan di hadapan Allah kelak.
Tahun baru ini, segala sesuatu harus baru. Termasuk hati. Karena segala niat terdapat dalam hati maka sudah sepatutnya kita menjaga hati.
“ jagalah hati, jangan kau kotori ... jangalah hati ... lentera hidup ini. Bila hati kian bersih, pikiranpun akan jernih, semangat hidup yang gigih, prestasi mudah di raih.” Aamiin
In syaa Allah, Allah senantiasa bersama kita.


0 komentar:

Posting Komentar