Ko Jeena
Sejujurnya aku cemburu. Entah
bagaimana awalnya merasakan hal itu. Mungkin kini, atau telah lama terpatri
tanpa disadari. Setahun yang lalu, atau bahkan sewindu yang lalu. Tidak dapat
di hitung dengan algoritma karena telah buram dalam ingatanku. Terlalu lama, jika
di bandingkan ketika mula hatiku telah mambatu. Sampai enggan untuk sekedar
memikirkan kecemburuan yang semu. Biarkan sajalah, pikirku kala itu. Lambat
laun akan terlarut pula pada remah-remah waktu dan duniaku kala itu. Serta
berharap insomnia sekalian, biar lupa semuanya.
Dan kini, aku kelabakan sendiri
mencari cara mengungkapkannya seperti apa. Apakah harus bernyanyi keras dengan
suara cemprengku agar aku dapat tertawa sendiri. Menertawai kebodohan yang
malah mungkin tak menghasilkan solusi. Atau aku ceritakan pada sejawatku hingga
aku harus bersiap terima kepongahan mereka. Dan mendinginkan telinga saat
mereka katakan “kau itu tolol sekali..!! cemburu pada sesuatu yang tak pasti.”
Memang bodoh, tapi akan lebih bodoh
lagi jika kukatakan pada kalayak ramai melalui dindingku. Wall yang biasa
digunakan para pengeluh untuk menyalahkan dunia atas ketidak mampuannya.
Mungkin aku akan mendapat banyak respon, tapi sesuatu yang tak berarti.
Hingga ku coba untuk muntahkan lewat
orek-orekan lamaku. Mulai kueja perlahan dengan sepenggal dua penggal
tulisanku. Ah.. sama saja. Bahkan kali ini lebih mirip umpatan masalah lain
yang meledak dari cawan pemikiran semerawut dalam kepalaku. Berhambur
berceceran keluar seperti benang kusut tak berujung. Semakin ruwet. Kecemburuan
itu bertambah abstrak dan memaksa diri berperan menjadi sherlock holmes untuk
memecahkannya. “Bagaimanapun caranya harus kupecahkan.” Mengutip sedikit
perkataan sherlock ketika menghadapi kasus teka-teki yang hilang.
Terlepas dari itu, setiap apa yang
terjadi dalam hidup adalah sebuah teka-teki. Termasuk kecemburuan itu sendiri.
Kecemburuan yang pada mulanya ku kira adalah kecemburuan sosial biasa. Namun
ternyata lebih dari itu. Bukan sekedar cemburu sosial, namun jauh lebih mulia
dari itu. Ketika diri telah lama terjerat oleh rutinitas zombie yang berulang
kali itu-itu saja. Pekerjaan rutin yang harus di lalui dengan hal sama. Setiap
hari melakukan kegiatan sama. Melihat yang sama. Hingga merasakan kejenuhan
yang sama. Dan aku mengira itulah dasar kecemburuanku. Saat aku melihat dari
balik kaca perkantoran setebal tiga senti pada kerumunan aktivis diluar sana.
Membagi-bagikan bunga pada saat hari ibu. Atau sekelompok remaja berkumpul di
masjid setelah sholat dzuhur. Pengajian rutin dan membahas aksi solidaritas
untuk palestina. Sementara aku harus tunggang langgang mengejar waktu makan
siangku yang tinggal lima menit lagi.
Kupikirkan seksama. Alangkah
bahagianya mereka memiliki waktu luang dan bebas melakukan apa yang mereka
inginkan. Tidak seperti diriku yang terjebak dalam labirin kehidupan seperti
ini. Hidup seperti ini saja, kini, esok, dan mungkin hingga hari tua. “Jangan.”
Segera kuralat kata-kataku. Apa enaknya jadi mereka. Belum tentu mereka dapat
kerja enak seperti diriku. Seharian duduk di ruangan AC, pekerjaan ringan, dan
juga tidak meletihkan. Bohong. Jelas sekali aku membohongi hatiku. Sejujurnya,
aku benar-benar cemburu kepada mereka.
Ini soal kebaikan, kawan. Bagaimana
menjadikan hidup kita lebih berarti untuk di jalani. Bukan sekedar untuk
pribadi. Namun untuk sekitar kita yang telah lama kita tak perduli. Kepedulian
terhadap mereka. Tentang cinta kasih terhadap sesama. Bagaimana sikap empati
kita tumbuh saat melihat saudara kita membutuhkan. Dapatkah kita bayangkan saat
saudara diluar sana memerlukan kita dan kita malah tidak bisa karena terhalang
tembok tebal perkantoran. Dimana letak jiwa kita simpan saat saudara-saudara
kita menangis membutuhkan pertolongan. Dimana hati kita bungkam. Laci meja
kantorkah, brangkas kantorkah, atau dalam lemari arsip dan kita kunci ganda
ditambah kombinasi kode seratus angka. Agar kita lupa. Sungguh. Kawan. Aku
tidak bisa. Itulah kenapa hatiku bergejolak cemburu.
Aku cemburu pada kebaikan mereka,
ketika diluar sana mereka dengan mudah menyebarkan kebaikan untuk sesama.
Ketika senyum mereka terseringai indah saat serentak menegakkan panji Allah. Di
luar sana, mereka ikhlas untuk kebaikan umat. Karena itulah inti dakwah.
Menyebarkan kebaikan. Sebab kebaikan itu sendiri sebagai pundi-pundi amal
ibadah sebagai bukti kecintaan mereka pada Allah. Di masa perhitungan kelak.
Sementara diriku. Dari balik kaca tebal ini. Hanya bisa cemburu menyaksikan apa
yang mereka lakukan. Sungguh, pengorbanan mereka membuat aku begitu cemburu.
Maha besar Allah yang lebih baik
dalam memahami hati. Termasuk hatiku. Dia tahu apa-apa yang dilakukan hambanya.
Bukannya aku tak ingin seperti mereka. Dalam barisan yang sama menyerukan
Lailla ha illallah...!!! Muhammadarrusullullah...!!!. namun ketahuilah. Di sini
dan dalam keadaan ini pun aku sedang berjihad. Meski dengan cara berbeda namun
menyeru pada satu asma jua. Jihad profesi, asalkan ikhlas bekerja.. itu adalah
ibadah yang tak ternilai pula dimata Allah. Pekerjaanku akan di pertanggung
jawabkan pada masa perhitungan kelak. Di situlah ladang amalku. Ikhlas jihadku
untuk keluarga. Dan juga mengumpulkan rezeki untuk ibadah besar lainya. Walimah
in syaa Allah. Di rumah, menunggu ibu dan adikku yang menanti harap pada
diriku.
Ya, untuk menjadi berguna tak harus
sama antara satu dan yang lainnya. Karena Allah sendiri menciptakan makhluknya
dengan berbeda. Meski beda, namun makna pengorbanan itulah yang menjadi sangat
bernilai. Seperti mereka yang berkorban untuk sesama dan menegakkan panji
Allah. Aku juga akan meneggakkan agama Allah, dengan cara berbeda.
In syaa Allah, dakwah itu indah.
Asal kita ikhlas untuk melakukannya. Tak ada kesulitan yang berarti. Karena
Allah akan memberikan jalan terbaiknya untuk kita. Terserah Mau sebagai apa
kita, apakah Guru, Ustadz, pedagang, pegawai, staff, bahkan sebagai buruh
sekalipun. Karena dakwah dapat kita lakukan dengan cara kebaikan apapun.
“Dan dirikanlah shalat dan
tunaikanlah zakat. Dan kebaikan apa saja yang kamu usahakan bagi dirimu, tentu
kamu akan mendapat pahala nya pada sisi Allah. Sesungguhnya Alah Maha Melihat
apa-apa yang kamu kerjakan” QS Al-Baqarah : 110
”Maka berlomba-lombalah (dalam
membuat) kebaikan. Di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu
sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”
QS Al-Baqarah : 148
”Karena itu Allah memberikan kepada
mereka pahala di dunia dan pahala yang baik di akhirat. Dan Allah menyukai
orang-orang yang berbuat kebaikan” QS Al-Imran : 148
Allah maha melihat apa yang kita
kerjakan. Meski kebaikan sebesar zarah pun, takkan luput dari pengawasannya.
In syaa Allah,
agen365 menyediakan game : sbobet, ibcbet, casino, togel dll
ayo segera bergabung bersama kami di agen365*com
pin bbm :2B389877