Benci Dan Cintailah Dengan Sewajarnya

 Ko Jeena

Ada dua tipe manusia di dunia ini yang sulit untuk dilupakan. Setidaknya untuk saat ini, itu yang kuketahui. Meskipun kita telah menghabiskan uang jutaan rupiah sekalipun untuk mengunjungi Psikiater handal, namun lambat laun memori tentang orang-orang tersebut pasti muncul kembali. Lalu, siapakah yang kumaksud dengan orang-orang yang tak bisa dilupakan itu?

Orang paling sulit dilupakan pertama adalah, orang yang sangat kita sayangi. Seperti orang tua kita, keluarga, bahkan sahabat. Begitu rasa sayang itu tumbuh dan menjelma menjadi butiran-butiran halus dalam hati, pasti mereka akan sulit hilang dari pikiran kita. Butir halus itu ‘cinta’. Analoginya, begitu besarnya rasa sayang kita terhadap orang tua, pastilah kita tidak akan bisa untuk melupakan mereka. Walaupun mungkin raga mereka sudah tidak bisa kita sentuh, namun bayangan dan kenangan mereka akan selalu hidup dan menghiasi benak kita.

Bahkan ketika seseorang sulit melupakan orang yang dia sayangi, hingga ada salah satu diantaranya yang mengekpresikannya dengan cara enggan berpisah dari mereka yang disayang. Padahal orang tersebut sudah lama meninggal. Contoh kasus aneh seperti ini dapat kita jumpai pada seorang lelaki yang berasal dari Vietnam, namanya Le Van. Dia tetap menyimpan jasad istrinya selama sepuluh tahun, alasannya karena dia tidak ingin berpisah dengan istrinya tersebut. Contoh kasus Le Van ini memanglah suatu bentuk cara ekspresi rasa sayang yang berlebihan, bahkan lebih tepatnya cara yang salah.

Kemudian, orang yang sulit dilupakan selanjutnya adalah, Orang yang paling kita benci. Mau tidak mau tapi inilah faktanya. Ketika kita sibuk membenci seseorang secara tidak sadar kita telah memikirkan dia. Selalu dan selalu saja memikirkan dia sebagai orang yang paling kita benci. Ketika dia ada di dekat kita, seolah pikiran kita berkecamuk dan melayang kesana-kemari untuk memikirkan cara yang paling ampuh menyakitinya bahkan membunuhnya. Seperti kita memikirkan dia saat diceburkan ke laut dan dimakan hiu, atau ketika kita pikirkan dia sedang bersiap menerima ledakan bom waktu yang terikat ditubuhnya. Walaupun ini hanya terjadi dalam khayal semata, bukan pada dunia nyata. Namun setidaknya kita telah sekenanya memikirkan dia.

Yang jadi permasalahan serius, jika kebencian kita terlalu terhadap orang itu. Kebencian itu akan selalu kita bawa meskipun orang yang dibenci sudah tidak ada lagi. Bukankah itu malah akan menjadi penyakit pada hati dan pikiran kita. Belum tentu orang yang kita benci dan kita pikirkan sepanjang waktu karena alasan benci tersebut juga sedang memikirkan kita.

Jika kedua tipe ini sulit dilupakan, lalu harus bagaimana kita?

Sudah seharusnya kita semua kembali kepada tuntunan kita, Al-Quran dan hadits. Disana diajarkan pada kita untuk menyayangi dan membenci seseorang itu sekedarnya saja. Jangan terlalu. Allah tidak menyukai yang berlebih dan berkurang dari takarannya. Ketika kita menyayangi seseorang, hendaklah rasa sayang itu masih bisa diukur dengan jengkal jauh di bawah rasa sayang kita kepada Allah. Agar tidak sakit nantinya ketika kita kehilangan orang yang kita sayangi. Begitu pula halnya ketika dalam diri ini tumbuh rasa tidak suka dan benci terhadap seseorang. Bencilah dengan sekedarnya saja. Meski lebih baik kita tak usah membencinya, bukankah saling memafkan itu lebih baik, lalu kenapa harus membenci.

Ingatkah dengan sebuah pribahasa lama,

Ketika kita terlalu mencintai dan menyayangi seseorang, ingatlah suatu saat rasa itu bisa menjadi benci. Sebaliknya, ketika kita terlalu membenci seseorang, bisa jadi ras benci itu akan berubah menjadi cinta.

Kesimpulannya, sayangilah atau bencilah seseorang dengan sewajarnya. Rasa yang begitu besar malah akan membuat kesengsaraan dalam diri kita sendiri. Masih ada yang lebih berhak disayangi daripada makhluk di dunia ini, Allah lah itu. Dan masih ada pula yang pantas dibenci selain makhluk di dunia ini pula, Sifat buruk kita lah itu.

Semoga bermanfaat,