Nikmat adalah ujian, banyak diantara kita yang bertahan atas ujian berat apapun
yang dihadapi, namun malah tergelincir dengan nikmat yang datang setelahnya.
Sudah menjadi kodrat manusia untuk bekerja dan berusaha di
dunia ini. Apapun bidang pekerjaan yang kita lakoni, pastilah harus dilakukan
dengan serius dan sungguh-sungguh agar hasil yang didapatpun akan menjadi suatu
kepuasan nantinya.
Namun, adakah kita pernah berfikir siapa dan kekuatan apa
yang menyertai kita sehingga kita bisa menekuk lututkan setiap kesuksesan
tersebut. Bukan semata-mata karena usaha kita saja, tapi ada pula doa yang
selama ini mendukung kita untuk mencapai setiap tujuan kita. Baik itu doa kita,
doa orang tua kita, anak-anak kita, bahkan istri atau suami kita sekalipun
telah ikut andil dalam upaya mewujudkan impian kita tersebut. Bukan pula karena
doa tersebut kita berhasil, tapi dzat di balik itu semua. Dzat yang mengabulkan
doa-doa itu. Siapa lagi(?) jika bukan Allah SWT.
Allah SWT yang selalu melimpahkan rahmat dan nikmat-Nya begitu
besar kepada kita semua. Allah yang telah menghujamkan beruah-ruah cinta-Nya
kepada setiap makhluk-Nya di alam semesta ini. Termasuk kita semua, bagitu luas
dan dalamnya tanda cinta Allah kepada kita. Bahkan jika kita dipaksa untuk
menghitungnya, takkan sangguplah kita untuk menghitungnya. Jika dihimpun
seluruh makhluk di alam semesta ini untuk bersyukur kepada Allah, takkan mampulah
untuk melunasi itu semua.
“Maka
nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?” berkali-kali Allah menegaskan dalam surat Ar-Rahmaan tentang besarnya
cinta yang Ia curahkan untuk kita.
Ada sebuah kisah singkat yang memberikan pelajaran kepada
kita agar mampu menempatkan diri dan hati dengan tepat diantara nilai-nilai ‘nikmat’
itu sendiri. Agar kita tidak tergelincir, bahkan terjatuh oleh nikmat yang seharusnya
malah menambah rasa keimanan kita terhadap Allah SWT.
Ada tiga orang Bani Israil yang telah diuji oleh Allah SWT.
Ketiga orang tersebut masing - masing menderita penyakit, ada yang menderita
penyakit kusta, ada yang menderita penyakit gundul (tidak berambut), dan yang terakhir
menderita penyakit buta.
Karena penyakit yang mereka derita, terpaksa warga kota
menyingkirkan dan mengucilkan mereka ke pinggir kota. Tidak ada seorangpun yang
berbelas kasihan kepada mereka, bahkan untuk bertemupun mereka tidak sudi. Wajarlah,
jika warga kota itu takut ketularan dengan penyakit aneh yang mereka derita. Warga
kota tidak ingin mereka menyebarkan wabah tersebut kepada orang normal pada
umumnya.
Dengan perlakuan warga kota terhadap mereka, seolah
menjadikan mereka bertiga seperti orang yang paling teraniaya. Oleh karena itu,
setiap waktu mereka selalu berdoa kepada Allah SWT agar mengangkat penyakit
tersebut. Mereka selalu berdoa dan berdoa. Tak jarang mereka meneteskan air
mata ketika mereka sadar betul hanya Allahlah sandaran bagi mereka kini. Tidak ada
siapa-siapa lagi selain Allah. Mereka berpasrah terhadap Allah atas apa yang
menimpa mereka.
Karena ketekunan dan sikap pasrah mereka, Allah mengutus
malaikat untuk menemui mereka.
Pertama, malaikat bertanya kepada orang yang sakit kusta,
"Apa yang engkau inginkan?"
"Aku ingin rupa yang bagus dan kulit yang halus,
sehingga orang tidak jijik kepadaku", jawab orang yang berpenyakit kusta.
Malaikat mengusap tubuh orang itu. seketika lenyaplah
penyakit yang menjijikkan dari tubuh orang itu.
Malaikat bertanya lagi, "harta apa yang engkau
inginkan?"
"Unta", jawab orang itu.
Lalu diberi unta yang sedang mengandung kepada orang itu.
Selanjutnya malaikat bertanya kepada orang yang berpenyakit
gundul, "Apa yang engkau inginkan?"
"Rambut", jawab orang gundul itu. Malaikat menyapu
kepala orang itu. seketika tumbuhlah rambut di kepala orang yang gundul itu.
Malaikat bertanya pula, "harta apa yang engkau
inginkan?"
"Aku menginginkan sapi", jawab orang itu.
Maka diberikan kepada orang itu seekor sapi yang sedang
mengandung.
Setelah itu malaikat datang kepada orang yang buta dan bertanya,
"Apa yang engkau inginkan?"
Orang buta itu menjawab, "Saya ingin melihat
kembali."
Malaikat pun mengusap muka orang buta itu. seketika itu pula
orang buta itu dapat melihat kembali. Kemudian malaikat bertanya lagi, "Harta
apa yang engkau inginkan?"
"Kambing", jawab orang itu, Maka diberi kepada
orang itu seekor kambing yang sedang mengandung.
Beberapa tahun kemudian unta, sapi, dan kambing yang telah
diberikan kepada orang miskin yang sakit kusta, gundul, dan buta telah
berkembang biak. Dari hari kehari binatang ternak itu selalu bertambah. Orang
yang semula berpenyakit kusta, sekarang telah menjadi orang kaya yang memiliki
peternakan unta. Orang yang semula berpenyakit gundul, telah menjadi seorang
peternak sapi yang kaya raya. Sedangkan orang yang semula buta telah menjadi
peternak kambing yang sukses.
Pada suatu hari datanglah seorang malaikat yang menjelma
menjadi orang yang berpenyakit kusta.
Malaikat itu berkata, "Tuan saya ini orang miskin yang
kehabisan bekal di jalan. Tolonglah saya, tuan. Berikanlah saya bekal untuk
melanjutkan perjalanan!"
Orang kaya yang dulunya berpenyakit kusta itu menjawab,
"Maaf saya sedang tidak bisa membantu, saya sedang banyak utang."
Malaikat itu berkata pula, "Rasa-rasanya saya pernah
kenal tuan. Bukankah dulu tuan orang miskin yang berpenyakit kusta
menjijikkan?"
Orang itu menyangkal, "Tidak! itu tidak benar! Harta ini
semata-mata karena kerja kerasku! Hasil keringatku."
Malaikat pun berkata, "Apabila tuan berdusta, semoga
Allah menjadikan tuan seperti semula."
Setelah itu malaikat mendatangi orang kaya yang dulunya orang
miskin yang berpenyakit gundul. Kepadanya malaikat berpura - pura memohon
bantuan sebagaimana dikatakan kepada orang kaya yang pertama tadi. Jawaban yang
diterima malaikat, sama dengan orang yang pertama, yaitu penolakan dan ingkar.
Malaikat pun berkata, "Apabila tuan berdusta dan ingkar,
semoga Allah menjadikan tuan seperti keadaan tuan semula."
Terakhir, malaikat datang kepada orang kaya yang dulunya ia
miskin dan menderita penyakit buta. malaikat pun mengutarakan maksudnya
sebagaimana diutarakan kepada orang kaya yang pertama dan kedua.
Orang yang dulunya buta menjawab, "Betul, dulunya saya
ini buta, kemudian Allah mengembalikan penglihatan saya. Untuk itu saya
bersyukur kepada Allah. Ambillah harta saya ini sekehendakmu. Sisakanlah untuk
saya sekehendakmu pula. Saya ikhlas memberikannya."
Malaikat berkata, "Peliharalah hartamu, saya tidak akan
mengambilnya. Saya hanya menguji. Ternyata kamu lulus ujian ini. dengan
demikian kamu diridhai Allah dan kedua temanmu dibenci-Nya."
Demikianlah kisah tiga orang yang sama - sama menderita,
sama-sama berdoa dengan khusuk kepada Allah agar penderitaan mereka dulu
diganti dengan kesenangan. Akan tetapi, ternyata yang dua orang tidak bersyukur
terhadap nikmat yang diberikan Allah. Allah membenci kedua orang yang ingkar
atau kufur nikmat itu dan mengembalikannya seperti keadaan semula. Sebaliknya,
orang yang mensyukuri nikmat Allah akan mendapat Ridho-Nya dan ditambahkan
rizkinya.
Subhanallah,
Dari kisah tersebut, kita bisa belajar dalam mengartikan
nikmat itu sendiri. Takkan pernah ada nikmat yang datang kepada kita tanpa
adanya Ridho Allah. Jadi, sudah pastilah kita wajib bersyukur atas segala
nikmat itu.
“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu
memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah
(nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya
azab-Ku sangat pedih". (Qs. Ibrahim : 7)
Orang yang selalu bersyukur ia
akan selalu menginggat Allah
SWT dalam berdiri, duduk, sampai tidurnyapun, dari bangun tidur sampai tidur
lagi ia akan selalu berdzikir, dan tidurnya pun untuk mengumpulkan energi untuk
besyukur atas nikmat
Allah SWT. Inilah hakekat syukur dari hati, akal,lisan dan jasad sebenarnya.
Nikmat atau rezeki yang
diterima adalah barokah Allah
SWT, meskipun hanya kecil dan sedikit tetapi cukup dan menentramkan hati.
Karena orang yang selalu bersyukur akan diberikan keidupan terasa menjadi
tentram, damai, tenang, dan bahagia serta terhindar dari fitnah dan azab dunia
serta akhirat.
Ironisnya masih banyak diantara
kita yang mengingkari hal itu. Masih banyak diantara kita yang sombong dan
angkuh untuk sekedar membenamkan sejenak seluruh tubuh dan fikiran kita dalam
sujud untuk mengingat dan bersyukur kepada-Nya. Seolah-olah seluruh nikmat yang
kita dapat karena tak lain usaha kerja keras kita sendiri, seolah-olah karena
kegigihan kita sendiri berjuang untuk mendapatkannya hingga lupa jika ada Allah
yang berada di balik semua itu. Yang mengatur setiap rezeki dan peruntungan
itu. kita lupa jika Allah lah yang telah bermurah hati melimpahkan segala
kenikmatan dalam hidup kita.
Kita lupa akan semua itu.
Coba hitunglah, seberapa banyak
diantara kita meluangkan waktu untuk bersujud mengingatNya di antara setumpuk
pekerjaan kantor yag dikejar deathline. Seberapa banyak diantara kita yang
meluangkan waktu untuk memenuhi jamaah ketika istirahat jam makan siang.
Sungguh ironis memang. diatara taburan
nikmat yang Allah berikan, masih saja kita selalu lalai untuk sekedar
meluangkan waktu untuk mengingatnya. Ketika cinta itu selalu mengalir untuk
kita, namun kita sama sekali tak pernah sedikitpun menautkan cinta kita pula
terhadap Allah.
Seberapa hebatkah kita, seberapa
muliakah kita. Sehingga kita merasa tidak butuh pertologan Allah. Allah yang
maha segalanya. Allah pula yag dapat memberi dan mencabut nikmat itu dari kita.
Apapun yang ada pada hidup kita bukanlah sesuatu yang abadi. Cepat atau lambat
akan sirna seiring menjauhnya waktu. Apakah itu kesedihan dan bencana, ataukah
malah itu sebuah nikmat dan kesenangan. Pupus rengas dimakan rayap, pupus hari
dimakan masa. Ingatlah, kehidupan itu seperti roda, selalu berputar.
Masih ingatkah dengan peribahasa
berikut ini,
“Setiap
musibah adalah ujian, namun yang tersulit dari ujian tersebut adalah nikmat itu
sendiri”
Setiap manusia pasti akan selalu
mendekatkan diri pada Allah dikala ia ditimpa suatu musibah atau bencana, namun
bagaimana apabila yang di hadapkan pada manusia adalah sebuah nikmat dan
peruntungan, apakah masih ingat dia dengan dzat yang memberi nikmat itu. Wa Allahu a'lam.
Semoga bermanfaat,
Ko Jeena, 01 April 2014
0 komentar:
Posting Komentar