Membentuk Keluarga Sakinah

Mungkin kebanyakan orang ketika ditanya, “Apa yang kamu harapkan dari sebuah pernikahan?.” Mereka lantas menjawab, “Menjalani keluarga yang sakinah mawadah warohmah.” Bahkan setelah resepsi sekalipun berbondong-bondong sahabat, kolega, keluarga, bahkan teman tak henti-hentinya mengucapkan selamat, doa, dan harapan mereka, “Semoga pernikahan kalian sakinah ya.”

Tapi tahukah sahabat, jika sakinah itu bukanlah hanya untuk dijalani, melainkan untuk dibentuk. Tak sulit menjalankan sebuah pernikahan yang sudah dikondisikan kedalam fase sakinah. Sulit itu ketika kita harus bersusah payah membentuknya dan mempertahankan pernikahan itu.

Di era serba maju saat ini, terlebih lagi masa para Atheis mendengung-dengungkan paham ‘Emansipasi’ menjadi rentan akan perpecahan di dalam keluarga. Keegoisan yang menggebu ditambah dengan kurangnya pendidikan iman dan taqwa menjadikan sebuah pernikahan ibarat sebuah tiang yang pondasinya bolong sana-sini, kapan saja angin bertiup dengan kencangnya maka tiang itu akan roboh berhamburan.

Kegagalan mempertahankan sebuah pernikahan pasti akan berdampak buruk bagi masing-masing pasangan, terlebih lagi anak-anak sebagai pihak yang berada di tengah keduanya. Secara tidak langsung mereka menjadi korban akan buncahnya keegoisan itu. Memang aku belum merasakan secara langsung bagaimana mempertahankan sebuah pernikahan, karena sejatinya aku belum menikah. Namun merasakan kegagalan dalam rumah tangga aku sudah mengecap pahit getirnya, sebagai pihak anak yang tersakiti.

Dilema berada dalam posisi rawan antara perasaan ayah dan ibu itu tidak enak. Di satu sisi istri merasa terdzalimi atas tindakan sang suami. Di sisi lainnya suami seakan tersakiti akan sikap sang istri. Jika begini siapakah sesungguhnya yang terdzalimi, tentunya anak sebagai pihak paling tersakiti.

Sesuatu yang paling aku yakini, ‘Allah selalu menyematkan sebuah pelajaran dalam setiap ujian’ tak terkecuali yang menimpaku.

Kegagalan rumah tangga kedua orang tua pastinya ada hikmah yang dapat aku petik, sebuah pelajaran berharga yang mesti aku rengkuh untuk kehidupanku dikemudian hari. Tentang pentingnya makna kata ‘Membentuk’ dan ‘Mempertahankan’ ketimbang sekedar menjalani sebuah pernikahan. Untuk mendapatkan sebuah bilik pernikahan yang barokah diperlukan upaya ekstra dalam membentuknya. Menjadikan dan meluruskan niat karena Allah lebih berharga daripada sekedar menikah karena suka dan ambisi.

Dengan apa yang terjadi saat ini, jadikan pelajaran. Ya, itu pasti! Setidaknya menjadikannya bekal dalam upaya membentuk impian yang sakinah itu.

Membentuk Pribadi Berkualitas Untuk Pasangan Berkualitas

Salah satu upaya dalam pembentukan impian itu, mari kita bentuk diri kita terlebih dahulu. Inilah yang dikatakan sebagai bahan-bahan untuk membuat pondasi keluarga yang kokoh kelak. Untuk membuat sebuah rumah dengan pondasi yang mantap, tentunya kita memerlukan pasir, kerikil, dan semen yang mantap pula. Bahan-bahan pembentuk itu adalah iman dan taqwa kita terhadap Allah SWT.

Masih ingatkah kita dengan Firman Allah dalam Surah An-Noor ayat 26,

Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula).

Itulah janji Allah, maka pantaskan diri kita terlebih dahulu sebagai pribadi yang merindukan Allah. In syaa Allah, Allah akan mengirimkan seorang belahan jiwa yang merindukan Allah pula. Sebab hakekat jodoh itu seperti cermin, siapa dan apakah dirimu itulah yang mencerminkan jodohmu kelak. Walaupun tak ada satu manusiapun yang dapat menebak jodoh, sebab jodoh adalah hak mutlak Allah. Dia yang menentukan terbaik untuk kita.

Jodoh bukanlah siapa yang kita suka, tapi seseorang yang tepat untuk kita.

Begitu pentingnya membangun iman dan taqwa pribadi kita karena dengan iman dan taqwa inilah kelak kita akan membangun sebuah rumah tangga. Bukan dengan harta melimpah atau penampilan yang oke. Coba kita tilik sejenak dengan ragam fenomena dalam pernikahan dewasa ini. Bukankah banyak hubungan dalam rumah tangga yang bermasalah sebagian besar karena tidak didukung pengetahuan agama yang baik antara kedua pasangan(?) Dari permasalahan sepele hingga rancunya batasan hak dan tanggung jawab antara suami istri.

Padahal jika mereka mau sedikit saja melirik agama, dalam islam telah ditentukan dengan seadil-adilnya hak dan kewajiban masing masing pribadi. Islam adalah solusi. Semua solusi itu dapat kita reguk dengan nikmatnya jika kita ikhlas untuk kembali pada Al-Quran dan Hadits.

Percayalah, jika bahan-bahan pembentuk pondasi itu merupakan bahan-bahan pilihan yang telah teruji dari zaman ke zaman. In syaa Allah pondasi yang akan kita bentuk nantinya menjadi pondasi kokoh yang akan menopang rumah sakinah yang barokah dan di ridhoi Allah. Waallahu A’lam

Salam bahagia, Ko Jeena

Jambi, 15 Juli 2014